Filsafat selalu didahului dengan pertanyaan. Dari situlah jawaban akan digali. Bahkan penggalian akan kebenaran filosofis tak ada habisnya tatkala tesis lama diuji kembali oleh tesis baru. Dengan demikian kebenaran itu tidak ada yang final dan mengikat selagi masih dapat ditelaah oleh pikiran manusia.Â
Hari ini media dihebohkan dengan kunjungan petinggi partai Demokrat ke markas Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo sebagai calon Presiden. SBY turun gunung.Â
Rombongan Partai Demokrat yang dipimpin Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono tiba di kediaman Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Minggu (17/9/2023). Dalam pertemuan tertutup selama 3,5 jam itu turut hadir Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, serta pimpinan Partai Bulan Bintang, Partai Garuda, Partai Gelombang Rakyat Indonesia, dan beberapa petinggi partai lainnnya.Â
Terlalu pagi jika disimpulkan bahwa. Ini dalam rangka Koalisi karena Demokrat selama masa pemilihan umum selaluu menjadi wajah ambigu karena tidak menentukan pilihan. Akan tetapi kali ini nampaknya berbeda. Demokrat harus bersikap. Pernyataan sikap tersebut bukan tanpa sebab. Semua demi kepentingan partai.Â
Terlalu jauh jika pertemuan ini dianalisis secara filosofis apalagi dalam perspektif filsafat politik. Politik ketika masuk dalam cengkeraman filsafat menjadi tak berguna karena politik zaman sekarang jauh dari idelisme filsafat politik yang nilai tertinggi yang harus diraih adalah kebaikan bersama. Dalam hal ini politik berjalan bersamaan dengan etika. Melalui etika, politik kehilangan pamornya untuk menggunakan segala cara agar mendapatkan kekuasaan.Â
Machiavelli adalah pemikir filsafat politik yang sangat ekstrem namun idenya selalu relevan. Pemikiran politik kekuasaan Machiavelli adalah bagaimana kekuasaan ini diraih dan dipertahankan. Sumber kekuasaan bagi Machiavelli adalah negara, oleh karena itu negara dalam pandangannya memiliki kedaulatan dan kedudukan tertinggi. Kekuasaan menurut machiavelli bersandar pada pengalaman manusia. Menurut Machiavelli, Kekuasaan memiliki otonomi terpisah dari nilai moral. Karena menurutnya, kekuasaan bukanlah alat untuk mengabdi pada kebajikan, keadilan dan kebebasan dari tuhan, melainkan kekuasaan sebagai alat untuk mengabdi pada kepentingan negara.
Machiavelli memahami kekuasaan memiliki tujuan menyelamatkan kehidupan negara dan mempertahankan kemerdekaan. Machiavelli menegaskan, untuk mempertahankan kekuasaan, seorang penguasa diperbolehkan berbohong, menipu dan menindas. Pandangan ini bukan sebagai nasehat politik, melainkan machiavelli memandang kekuasaan memang tak semurni dunia surgawi. sebagaimana situasi pada zaman pertengahan dan pra renaissance. Dalam pandangannya, kekuasaan adalah dunia yang penuh intrik, kekejian dan ketololan.
Partai Demokrat sedang menerapkan ide politik Machiavellianisme. Yang dipertaruhkan adalah kekuasaan bukan kehendak Tuhan. Politik tidak lagi memperhitungkan posisi moralitas dan ajaran agama. Bahkan lebih keji dari itu, agama dijadikan alat untuk mencapai kekuasaan politis.Â
Apakah Demokrat benar-benar bergab6 atau masih dalam konteks melamar seorang gadis pujaan hati? Kita tunggu tanggal mainnya. Saat itulah kita mengetahui kemana dan bagaimana posisi Demokrat di pemilu 2024. Apakah diam saja atau terlibat aktif agar dapat jatah kursi menteri? Siapa yang bekerja dengan bercucuran air mata akan menuai dengan sorak-sorai.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H