politik kita sedang ramai, menggetarkan sekaligus menegangkan. Terdapat beberapa kejadian politis yang mencengangkan. Banyak partai yang belum memastikan dukungannya. Bahkan ada juga yang sedang terombang ambing harus mengubah haluan. Di tengah-tengah ketakpastian beberapa partai kecuali PDIP, Gerindra dan Nasdem yang arahnya sudah jelas, muncullah Budiman Sudjatmiko hadir memberikan pembeda. Bagaimana mungkin Mas Budiman yang nadinya teraliri darah PDIP Perjuangan harus "membelot" ke kubu Gerindra dengan dengan memproklamirkan diri untuk mendukung penuh Pak Prabowo. Jelas ini bukan manuver biasa. Pak Budiman sedang menari indah di atas panggung politik yang sedang menunggu kepastian.
PanggungMelalui diskusi di salah satu televisi swasta, Budiman memberikan klarifikasi sekaligus penjelasan rinci alasan dirinya berbeda haluan dengan kebijakan partai yang sudah lebih dahulu mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden PDIP. Dia menjelaskan bahwa bangsa ini untuk sekarang membutuhkan pemimpin yang strategik. Pemimpin strategik adalah seorang memimpin yang berbekalkan kemampuannya memiliki strategi atau kebijakan-kebijakan yang benar-benar membawa indonesia pada kemajuan dan kemakmuran. Pada tahun 2014 kita memerlukan pemimpin populis. Seorang pemimpin yang terkenal dan dekat dengan rakyat. Pemimpin tipe ini tidak perlu mengambil kebijakan yang beresiko ditinggalkan pendukungnya. Periode kedua, Presiden Jokowi meninggalkan kesan populis tersebut. Beliau sudah mulai membuat kebijakan-kebijakan strategis misalnya mengenai pembangunan Ibukota Negara (IKN), hilirisasi, dan beberapa kebijakan lainnnya.
Pemilu tahun 2024 merupakan pesta demokrasi yang tujuannya untuk memilih pemimpin strategik bukan populis. Sangat diperlukan pemimpin yang melanjutkan kebijakan strategis pemimpin sebelumnya. Adalah sebuah kemunduran besar jika kita kembali memilih pemimpin populis.
Namun, di atas alasan logis Mas Budiman tersebut terdapat beberapa dugaan pergerakan politis Mas Budiman ada hubungannya dengan penyerahan tongkat estafet kepemimpinan Presiden Jokowi kepada pemimpin selanjutnya. Dugaan pertama adalah murni mencari dan mendukung calon presiden yang memiliki tipe pemimpin strategik dan tipe itu ada pada Prabowo sehingga kebijakan srategis presiden sebelumnya dilanjutkan bahkan ditingkatkan kualitasnya. Dugaan kedua adalah ada hubungannya dengan desas-desus Gibran Wali kota Solo sekaligus anak Presiden sebagai Cawapresnya Prabowo. Diperlukan tokoh yang memiliki argumentasi pembelaan yang tajam terhadap suatu peristiwa politis termasuk rencana Gibran sebagai Cawapres. sebenarnya Gibran belum masuk ketentuan karena batas usia. Tetapi sudah ada upaya untuk menggugat batasan usia tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK). Budiman Sudjatmiko menjadi tokoh yang mampu di bidang itu.
Presiden Jokowi sedang bermain politik dua kaki. Di satu sisi dia mendukung Ganjar tetapi di sisi lain dia mendorong putranya untuk menjadi wakil Prabowo. Bukankah ini permainan yang menyakitkan bagi PDIP? Tetapi kita melihat kejelasannya pada saat pasangan calon sudah didaftarkan ke KPU. Pada saat itulah kita mengetahui posisi Jokowi yang sebenarnya. Tetapi jika dipaksakan Gibran menjadi Cawapresnya Prabowo, dinasti politik di Indonesia semakin menguat. Selama ini dinasti politik hanya terjadi di level pemilihan kepala daerah. Sekarang bakal semakin meluas sampai ke tingkat pemimpin tertinggi negara.
Manuver Budiman Sudjatmiko demi kepentingan yang besar yaitu demi bangsa atau untuk kepentingan pribadi? Dalam narasi yang keluar dari mulut Budiman dapat kita pastikan bahwa manuvernya demi perjalanan bangsa ini ke depan agar yang memimpin bangsa ini tidak jatuh pada orang yang tidak tepat. Tetapi dalamnya laut dapat diukur tetapi dalamnya hati siapa yang tahu. Saya sangat terusik dan terus berpikir tetang komentar seorang netizen di kolom komentar media sosial bahwasannya Budiman sedang mengamankan diri dari pembangunan silicon valley Indonesia yang bernama bukit algoritma yang dibiaya APBN sebesar 18 triliun rupiah. Ini dugaan yang lain tetapi Budiman adalah politisi yang berintegritas. Netizen boleh berkomentar apa saja dan komentar itu tidak dapat dijadikan rujukan tunggal penyebab manuvernya mas Budiman Sudjatmiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H