Manusia hidup dalam bingkai sejarah. Dan sejarah hidup manusia tentang ruang dan waktu. Di ruang yang sama, kita dapat melukiskan sejarah yang berbeda. Sejarah itu tentang periode waktu yaitu masa lalu, kini dan yang akan datang. Mereka yang cerdas akan melihat sejarah dalam keseluruhan bingkai waktu sedangkan yang sempit pola pikirnya hanya melihat sejarah sebagai peristiwa masa lampau. Mereka mengidentikan peristiwa sejarah sebagai kenangan masa lalu. Bahkan sejarah hidup dan pengalaman hidup diri dan sesamanya hanya dilihat dalam bingkai masa lalu.
Masa lalu biarlah, masa lalu. inilah judul refleksi saya tentang kehidupan manusia yang telah melewati ruang dan waktu. Di ruang yang salam kita menciptakan peristiwa yang berbeda dan dalam bingkai waktu yang berbeda pula. Di masa lalu kita bertindak, masa kini kita memikirkannya untuk bekal di masa yang akan datang.
Tak jaang kita jatuh dalam kesalahn baik dalam skala kecil maupun skala yang besar. Mungkin yang tidak diusik oleh sesama kita adalah masalah dalam skala kecil karena pengaruhnya juga sangat kecil. dan manusia dinilai dari perbuatannya. Satu kali kita melakukan kesalahan apalagi dalam skala yang besar, stigma itu terus melekat dalam benak dan penilaian orang lain.
Apapun yang terjadi, kehidupan ini jangan bergantung pada penilaian orang lain seburuk apapun masa yang pernah kita lewati. Mereka yang cerdas akan melihat sesama dalam keutuhan hidupnya. Ketika kita berani bangkit dari keterpurukan hidup dan memberikan kesaksian yang baik akan indahnya kehidupan, saat itu kita akan menujukkan kualitas hidup yang berani belajar dari kesalahan. Tak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengutuk masa lalu sesamanya yang berjalan dalam kegelapan tetapi berdoalah semoga dia bertobat.
Dalam tradisi Kristiani, begitu banyak orang kudus yang berani bangkit dari masa lalunya yang gelap. St. Agustinus adalah salah satu pribadi yang berani berpaling dari kegelapan dan mengejar cahaya terang dengan menghayati hidup kekristenan secara penuh. Jauh sebelum itu, St. Paulus yang pernah menganiaya orang kristen kemudian bertobat dan menjadi pewarta yang ulung. Bagi St. Paulus Hidup adalah Kristus. Dan sia-sialah iman kita jika kita tidak percaya akan kebangkita Kristus.
Tak jarang kita keenakan berjalan dalam kegelapan dan enggan mencari cahaya terang. Mapan hidup dalam kegelapan. Tak jarang juga ketika kita sudah menggapai terang (bertobat), sesama yang pola pikirnya sempit terus berkutat dengan masa lalu dan tidak dapat melihat sisi baik dari kehidupannya sekarang. Yang perlu bertobat adalah mereka yang memiliki kacamata hitam dalam memandang sesamanya agar menggunakan kacamata yang benar.
Beranjak pergi adalah cirri pribadi yang ungin menggenggam perubahan besar bagi hidupnya. Kita tidak tertidur pulas dalam kelemahan dan gaya hidup lama kita. Untuk menggapai perubahan hidup, kita perlu bangkit dari kemapanan akan kesalahan dan kegagalah hidup.
Masa Lalu biarlah masa lalu....... Okey?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H