Sabtu malam, 10 Mei 2014, satu hari sebelum kami meninggalkan Jerman, kami diajak untuk menikmati Orkestra Philharmonie di Stiftung Berliner Philharmoniker Herbert-von-Karajan-Strabe 1 Berlin. Pertunjukan di bagi menjadi tiga bagian, sesi pertama, musik yang dimainkan cukup tenang dan menghanyutkan. Sementara di sesi kedua, penonton seperti sedang diaduk-diaduk perasaannya. Adakalanya musik terdengar sangat tenang dan menenangkan, namun sejurus kemudian berubah menyayat, tenang kembali, dan bahkan ada jeda beberapa detik saat panggung demikian sunyi tanpa bunyi apapun (termasuk bunyi batuk atau deheman penonton), sepi dan senyap sekali. Tapi beberapa detik kemudian terdengar suara JRENG! Keras sekali. Penonton seperti dihentakkan dari ketinggian. Rasanya kaget sekali. Saya yang awalnya terhanyut dan sedikit mengantuk langsung terlonjak kaget. Musik di sesi kedua ini benar-benar dinamis dan tidak bisa dilupakan. Di sesi terakhir, musik kembali membuai dengan indahnya. Saya melihat bagaimana pengunjung berdiri berkali-kali untuk bertepuk tangan panjang tak putus-putusnya untuk mengapresiasi pertunjukan. Keren sekali.
Terkait gaya hidup, masyarakat Jerman sangat suka jalan kaki. Orang-orang Jerman juga terbiasa berjalan cepat. Selain itu, masyarakat lebih suka menggunakan sepeda dan transportasi umum daripada menggunakan mobil pribadi. Tidak ada macet seperti yang biasa kita temui di Jakarta. Underground dan subway sebagai alat transportasi umum juga sangat tepat waktu. Saat kami akan menuju Pergamon Museum, kami melewati sebuah sungai yang airnya bersih. Sungai itu juga dimanfaatkan sebagai salah satu jalur transportasi. Di Karlsruhe, ada satu mesin penghitung jumlah sepeda yang melintas. Selain sehat, aktifitas bersepeda ini tentu saja sebagai bagian dari cara masyarakat Jerman dalam menjaga lingkungan. Masyarakat Jerman sangat memperhatikan lingkungan. Hutan ada dimana-mana. Bahkan di Berlin, yang merupakan ibukota Jerman dan merupakan kota terkotor di Jerman, suasananya sangat bersih, hijau dan asri. Jarak antar pohon dengan pohon lainnya pun sangat rapi dan teratur.
Saat berbelanja di LiDl, salah satu pusat perbelanjaan di kota Berlin, di kasir, saat akan membayar, saya baru tahu kalau kantong plastik untuk wadah belanjaan tidak gratis. Untuk satu kantong plastik besar kami harus membayar seharga 10 sen. Menurut saya ini menjadi salah satu bukti komitmen Jerman untuk melestarikan lingkungan. Karena seperti sudah diketahui bersama, plastik adalah salah satu bahan yang membutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk bisa terurai. Jika plastik diberikan gratis seperti di Indonesia, masyarakat akan cenderung menggampangkan dan menggunakan plastik dengan suka-suka tanpa pikir panjang karena mereka tidak perlu keluar uang. Selain itu, botol-botol bekas minuman yang berlogo recycle dapat dijual kembali oleh masyarakat ke toko-toko seperti LiDl.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H