Jarum jam seakan berhenti berdetak di pasar hewan terbesar di Kashgar. Nuansa masa lalu menyergap benak begitu kaki melangkah. Pada pintu gerbang pasar, terlihat aksara Uighur dan China, sebuah kebijakan dwibahasa yang diatur Beijing. Kashgar, kota terbesar di Xinjiang, sebuah wilayah otonomi khusus di China, menurut saya merupakan bagian paling unik di China. Suku Uighur yang mendiami kawasan ini secara fisik sangat berbeda dengan penduduk China pada umumnya, yang berasal dari suku Han. Mayoritas suku Uighur adalah pemeluk Islam dengan budaya dan bahasanya sendiri. Â
Saat kami datang, ketika itu bulan November 2011, pasar penuh pembeli yang mempersiapkan stok daging musim dingin. Bau hewan ternak menyeruap menerobos hidung. Rata-rata pembeli keluar dari pasar membawa satu-dua kambing atau seekor sapi. Hewan ternak diangkut dengan kendaraan roda tiga berbak terbuka. Mobil pribadi adalah kemewahan.
Pasar hewan ternak berlangsung sepekan sekali. Ketika itu pasar penuh pembeli yang mempersiapkan datangnya musim dingin. Teriakan pedagang dalam bahasa Uighur, lenguh sapi dan embik kambing terdengar asik di telinga. Di sini, di antara hewan-hewan yang akan disembelih, sejenak waktu berhenti, kembali ke awal masa ketika barter menjadi cara berdagang. Pemandangan di depan mata menghadirkan suasana masa lalu, jauh dari sentuhan modern. Kashgar memang menjadi bagian dari Jalur Sutra, jalur perdagangan yang menghubungkan Asia Tengah (termasuk China) dan Eropa di masa lalu.Â
Â
Para pedagang dan pembeli yang mayoritas adalah pria, tampil menggunakan topi khas Uighur yang berbentuk segiempat (doppa) atau topi bulu berwarna gelap. Para perempuan berjilbab dan menggenakan rok panjang berlipit dan lebar menggembang. Di pasar hewan ternak ini terdapat beberapa penjual seperti penjual cabe, jaket kulit dan makanan. Beberapa kios makanan menebar aroma sop kambing dan plov, semacam nasi goreng. Namun dari penampakan kios makan yang kotor, menghilangkan selera menyantap meski perut lapar. Â
Â
Bagi turis, Kashgar yang lekat dengan masa lalu menjadi alasan datang ke sini. Namun modernitas yang dibawa pemerintah pusat seakan meminggirkan tradisi Uighur dan menghempaskan kekunoan Kashgar dalam halaman-halaman buku semata. Saya berharap Kashgar masih menjadi alasan untuk kembali ke masa lalu.[]Â
Catatan: foto menggunakan kamera internal I***** jadul, generasi tahun 2011.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya