Mohon tunggu...
Monique Rijkers
Monique Rijkers Mohon Tunggu... profesional -

only by His grace, only for His glory| Founder Hadassah of Indonesia |Inisiator Tolerance Film Festival |Freelance Journalist |Ghostwriter |Traveler

Selanjutnya

Tutup

Catatan

#SaveJokowi, Dukung Jokowi Batalkan Budi Gunawan

25 Januari 2015   11:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:25 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat Untuk Jokowi

[caption id="attachment_393099" align="alignright" width="300" caption="Jokowi ketika menjadi cover TIME (Foto: TIME)"][/caption]

Selamat malam, Pak Jokowi. Saya ngga bisa tidur mikirin sepotong kabar yang saya terima tengah malam tadi dari teman wartawan. “Ada kabar yang membuat malam minggu ini tak mengenakkan. Senin lusa kabarnya Komjen Budi Gunawan akan dilantik sebagai Kapolri.”

Karena ngga bisa tidur, saya memutuskan menyurati Bapak. Pak, meski DPR RI sudah menyetujui pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri, Bapak sebagai presiden bisa lho membatalkan calon tunggal ini. Dasar hukumnya ada di UU Kepolisian No 2 Tahun 2002.Saya bacain ya, Pak. “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.” Jadi, menurut saya meski DPR telah meloloskan, Bapak sebagai Presiden dapat membatalkan nama yang sudah Bapak usulkan tersebut.

Bapak takut ada resiko politik jika Bapak membatalkan? Jangan takut, Pak karena di sinilah polemik ini menjadi menarik karena rakyat dapat melihat respon Komisi III DPR. Rakyat dapat menilai sikap fraksi di DPR. Fraksi apa yang menyetujui sikap presiden? Jika DPR mempunyai visi pemberantasan korupsi maka seluruh fraksi DPR mestinya mendukung langkah Bapak.

Bagaimana jika DPR mengajukan interpelasi? Ah, interpelasi itu biasa, Pak Presiden. Presiden Megawati dua kali lho diinterpelasi terkait kepergian Megawati ke Timor Timur dan soal Sipadan dan Ligitan. Presiden SBY pun dipanggil tiga kali ke DPR terkait kenaikan BBM, kenaikan harga bahan pokok dan BLBI. Bapak keder, datang ke DPR sendirian? Bapak bisa menugaskan Wapres untuk menjelaskan karena SBY juga menugaskan seorang menterinya pada interpelasi BLBI. Interpelasi atau hak bertanya bukan momok, Pak. Interpelasi memang menjadi salah satu hak DPR yang bisa digunakan karena sesuai undang-undang. Bayangkan deh Pak, jika Megawati dan SBY bisa lolos dari interpelasi, apalagi Bapak. Bandingkan saja kasusnya, Megawati diinterpelasi karena Indonesia kehilangan dua pulau, sementara Bapak diinterpelasi karena membatalkan calon kapolri. Megawati ketika itu menghadapi kasus yang lebih berat bagi seorang presiden ketimbang Bapak sekarang.

Atau mungkin Bapak mikir pemakzulan? Saya memang memikirkan hal itu, Pak. Saya khawatir keputusan Bapak itu akan membuka peluang pemakzulan Bapak dari kursi presiden. Tapi, saya menemukan berita yang memuat pendapat pengamat politik Eep Saefulloh Fatah. Eep menyebutkan faktor yang bisa membuat presiden dimakzulkan antara lain skandal yang secara definitif melibatkan presiden, kegagalan kebijakan, gabungan skandal dengan kegagalan kebijakan, oposisi dan keresahan publik. Kalau empat ini bertemu, bisa terjadi pemakzulan. Tapi kalau tidak, pemakzulan akan sulit, begitu kata Eep, Pak Jokowi. Eep bilang begini, “Indonesia ini negara penganut sistem campuran, yaitu antara sistem presidensial dengan sistem multi partai.

Karena itu, presiden sekalipun, dalam sistem presidensial, harus mendengar dan berkompromi dengan kekuatan yang ada di DPR. Namun MPR atau DPR tidak mempunyai kewenangan menjatuhkan presiden.”Pak Jokowi bisa lihat di sini beritanya. http://www.merdeka.com/peristiwa/eep-saefulloh-upaya-pemakzulan-jokowi-tak-semudah-gus-dur.html. Jika ada opsi memakzulkan Bapak, apa iya partai pendukung Bapak membiarkan Bapak sendiri?

Jika Pak Jokowi masih ragu untuk membatalkan pencalonan Budi Gunawan, Pak Jokowi bisa melongok arsip berita di tahun 2004. Ketika itu Presiden SBY pernah membatalkan usulan nama Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima TNI meski nama itu sudah sampai di Komisi I DPR dan sudah siap untuk proses uji kelayakan. SBY membatalkan Ryamizard karena merupakan usulan Presiden Megawati, sebelum Megawati digantikan oleh SBY. Waktu itu, Pak langkah SBY ini sempat menimbulkan kehebohan, namun cuma sementara. Setelah itu semua berjalan baik dan SBY tidak dimintai keterangan atas perubahan nama yang ia lakukan. Sedangkan nama yang ditolak SBY itu, sekarang sudah duduk manis di kabinet Bapak sebagai Menteri Pertahanan. Langkah SBY inilah yang patut dicontoh Pak Jokowi sekarang. Lagipula Pak Jokowi tidak perlu terburu-buru melantik Kapolri baru karena toh sudah ada Plt Kapolri. Hmm, sebenarnya Plt Kapolri ini pun memiliki rekening gendut juga, Pak Jokowi. Pak Jokowi dapat memilih kembali nama calon Kapolri dengan prosedur yang jauh lebih baik dari pemilihan sebelumnya. Percayalah Pak Jokowi, pasti ada polisi cemerlang yang anti-korupsi yang bisa jadi Kapolri. Apakah Pak Jokowi khawatir pada tekanan dari kepolisian? Lho, penggantinya kan dari polisi juga. Polisi diganti polisi, sesama anggota kok, Pak jadi ngga bakal bikin ramai seperti bentrok TNI-Polri yang biasa kita lihat di televisi.

Pak Jokowi, pembatalan ini penting dan perlu. Opsi pembatalan sulit ditolak ketika banyak pihak meminta Bapak membatalkan pencalonan tersebut. Demokrat dan PAN mungkin bisa diajak mendukung Bapak. Bapak tahu kan, kalau kedua fraksi ini memberikan catatan ketika pengambilan keputusan Budi Gunawan dalam proses uji kelayakan. Keputusan Bapak sepatutnya akan didukung oleh partai pengusung Jokowi di pilpres. Ya, namanya juga partai pengusung presiden, yang mencalonkan presiden, logikanya pasti mendukung keputusan presiden yang sudah didukung itu. Jika ternyata fraksi di DPR malah memrotes langkah Pak Jokowi, nah ketahuan kartunya kan, Pak. Tapi jangan cemas, rakyatlah yang akan berada di belakangmu, Pak Presiden. Justru kalau Pak Jokowi ngga ambil keputusan maka orang-orang akan ngomongin Bapak loh. Rakyat yang Bapak jumpai ketika blusukan itu bisa kecewa, Pak.

Ayo, Pak semangat! Kesempatan nih, Pak untuk membuktikan komitmen dan janji-janji kampanye Bapak. Rakyat, menagih janjimu, Pak Presiden. Ingat kami ketika antre di TPS-TPS demi memilihmu. Bapak saya saja tidak golput lagi karena ingin memenangkan Pak Jokowi. Kami percaya pada kredibilitas seorang Jokowi. Saya yakin rakyat ngga mau percaya isu bahwa Pak Jokowi tersandera banyak kepentingan. Kami mau belajar percaya pada hati nurani Bapak.Bapak tentu tidak lupa dengan revolusi mental yang digembar-gembor pada masa kampanye dulu. Bapak minta kami merevolusi mental, nah sekarang revolusi mental itu idealnya dimulai dari Bapak sendiri. Bapak harus merevolusi mental Bapak agar berani melawan intervensi! Karena pada akhirnya, rakyat bisa memilih, bersamamu atau meninggalkanmu. Jika untuk persoalan seorang koruptor saja, Bapak bisa kompromi, bagaimana dengan kasus para koruptor lain? Bagaimana jika Bapak tetap ngotot melantik calon kapolri koruptor? Pada akhirnya, rakyat akan tahu siapa sebenarnya musuh pemberantasan korupsi itu. Bapak ternyata bukan "a new hope" seperti cover Majalah TIME. Ah, sedih. Sudah ya, Pak. Terima kasih.[]

Bahan bacaan:

https://www.selasar.com/politik/presiden-jokowi-harus-melihat-lagi-sejarah-interplasi-dpr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun