Di Museum De Young yang terletak di dalam Taman Golden Gate (Golden Gate Park) di San Francisco, sekelompok pelajar SMA sedang mencermati sebuah lukisan cantik yang berasal dari suatu tempat yang jauh, dari suatu masa yang lampau. Seorang Pendidik Museum, dengan satu lengannya memeluk clipboard dan yang satunya lagi menunjuk-nunjuk lukisan tersebut, sedang menjelaskan kepada para pelajar remaja itu tentang teknik pertanyaan terbuka (open-ended questions) yang sebentar lagi akan mereka terapkan pada saat mereka mendampingi anak-anak Sekolah Dasar yang datang ke program karyawisata-edukasi (field-trip) Museum De Young.
[caption id="" align="alignnone" width="575" caption="De Young Museum, San Francisco"][/caption]
Cerita di atas adalah suatu fragmen dari program Magang/ Internship* untuk pelajar usia remaja yang ditawarkan oleh Museum De Young, yang adalah sebuah institusi anak dari Fine Arts Museums of San Francisco. Di dalam program Internship yang populer ini, para pelajar remaja tersebut mendapatkan banyak pelatihan formal di dalam bidang kritik seni, analisa, dan pemikiran kritis dan kreatif (critical-thinking dan creative-thinking). Semasa magang ini pula, mereka mendapatkan pengalaman kerja yang luar biasa dan tak tergantikan- mereka belajar arti tanggung jawab, tepat waktu, kerjasama di dalam tim, kerjasama dengan orang-orang yang berlatar belakang berbeda, dan public-speaking.
Suatu hal yang istimewa dari program tersebut adalah bagaimana program magang seperti ini bisa direplikasi di museum manapun di bagian dunia manapun, asalkan ada sekelompok orang berdedikasi yang bersemangat mengenai hal pendidikan, khususnya pendidikan di dalam museum. Sesungguhnya yang diperlukan hanyalah kurikulum yang kuat dan komprehensif sebagai panduan, pendidik-pendidik museum yang berdedikasi, dan tentunya dana yang memadai.
Faktor dana seringkali menjadi halangan yang hebat untuk museum-museum di Indonesia. Selain karena belum adanya kesadaran dari masyarakat umum akan pentingnya peran museum sebagai institusi pendidikan, pihak museum sendiri seringkali kurang agresif dalam hal menggalang pendanaan. Dua hal ini harus diubah sedikit demi sedikit.
Pertama-tama museum-museum di Indonesia harus bergerak untuk merangkul pelajar dan masyarakat umum di dalam mengembangkan peran museum sebagai institusi pendidikan. Pergerakan ini bisa dilakukan melalui kunjungan pihak museum ke sekolah-sekolah, atau dengan mengundang pelajar dan masyarakat umum (khususnya keluarga-keluarga dengan anak-anak usia SD sampai SMA) untuk mengunjungi museum.
Di dalam museum, strategi memamerkan obyek-obyek seni dan bersejarah harus mulai sedikit demi sedikit juga berubah. Pandangan masyarakat pada umumnya seringkali melihat museum sebagai tempat kuno di mana sejarah dari masa lampau seakan-akan sudah lapuk dan tidak menarik lagi, benda-benda tua tidak ada artinya dan masyarakat umum tidak bisa menemukan koneksi antara barang-barang seni atau bersejarah tersebut dengan kehidupan modern mereka. Karena ini munculah suatu disconnect antara pengunjung dan museum.
[caption id="" align="alignnone" width="619" caption="Satu dari banyak Exhibit Halls di dalam Museum De Young, San Francisco"]
Untuk menjembatani masalah ini, pihak museum harus berani berubah, dengan menciptakan suasana yang lebih interaktif dan kondusif untuk proses pembelajaran informal di dalam museum sendiri. Obyek-obyek pameran (exhibits) harus ditemani oleh kartu penjelasan (ini yang seringkali tidak dapat ditemukan di dalam museum2 yang saya kunjungi di Jakarta, obyeknya menarik, namun tidak ada penjelasan sama sekali tentang latar belakang obyek maupun penciptanya), dan jika memungkinan harus selalu ada staf museum yang sudah terlatih untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai benda-benda di dalam museum tersebut jika ada pengunjung yang ingin mempelajari obyek tertentu dengan lebih dalam lagi.
Bukan hanya pihak museum yang bisa mendorong perubahan paradigma masyarakat umum tentang peran museum sebagai institusi pendidikan, akan tetapi para guru dan orang tuapun bisa menjadi advokat untuk perkembangan peran museum di Indonesia.
[caption id="" align="alignnone" width="584" caption="Exhibit Hall yang memamerkan artifak dari Afrika di dalam Museum De Young, San Francisco"]
Para guru bisa menggelitik rasa penasaran murid-muridnya dengan mengajak mereka berkaryawisata ke museum dan menjelaskan betapa asyiknya belajar melalui obyek-obyek yang memiliki “cerita-cerita” unik. Murid-muridpun akan senang karena mereka bisa belajar di luar tembok-tembok kelas mereka, dan dengan itu mereka akan mengerti bahwa proses pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan di dalam batas gedung sekolah.
Para orang tua juga bisa membantu untuk menjelmakan benda-benda museum yang terkesan diam dan mati menjadi obyek-obyek yang penuh hidup dan penuh cerita dengan menuntun anak-anak mereka untuk mengembangkan rasa penasaran mereka, dan dengan menyemangati anak-anak untuk terus bertanya.
Siapapun dapat menjadi duta bagi museum, lain kali Anda pergi ke museum dengan teman-teman, pasangan, atau anak-anak Anda, Anda bisa memulai diskusi ringan tentang suatu obyek hanya dengan bertanya, “Apa yang kamu lihat? Menurut kamu, apa yang ingin disampaikan oleh penciptanya melalui karya ini?”
Klik di sini untuk tautan ke Website Museum De Young
*Program Internship Museum De Young, yang di namakan Museum Ambassador Program adalah suatu program magang untuk pelajar SMA di dalam kota San Francisco. Para Pelajar SMA mendapatkan pelatihan dalam bidang presentasi, public speaking, mengajar, analisa, pemikiran kreatif dan kritikal, dan teknik memfasilitasi pembelajaran di dalam museum melalui pertanyaan terbuka (open-ended questions). Dana yang menyokong program ini di dapatkan dari berbagai macam foundation dan donor perorangan. Untuk yang penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang program ini, silahkan klik di sini
Monique Saiya adalah seorang Museum Professional yang bekerja di San Fransisco's Children Creativity Museum sebagai Museum Educator. Ia juga pernah bekerja di Education Department De Young Museum, dan Education Department Oakland Museum of California di Amerika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H