Ya, tugas kita adalah menumbuhkan penerimaan dalam sebuah pernikahan. Alasannya tentu saja karena tak ada pasangan yang sempurna layaknya kita yang banyak salahnya. Penerimaan yang akan menimbulkan kompromi dalam rumah tangga.
Filter pertama tentu saja adalah menikahi seseorang yang kira-kira cocok dengan kita. Misalnya, kalau saya tak suka dengan lelaki perokok, lebih baik saya tak coba-coba menikah dengan lelaki perokok dengan harapan ia akan berubah. Jika saya ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya, lebih baik saya menerima pinangan lelaki yang tidak keberatan jika tingkat pendidikan istrinya lebih tinggi. Tujuannya tentu saja untuk meminimalisasi konflik dalam rumah tangga.
Seperti halnya dengan poligami, kalau kedua belah pihak sama-sama rida, tentu tak ada masalah meskipun poligami tak disetujui oleh sebagian orang. Yang jadi akar masalah dalam poligami mungkin karena istri pertama tidak tahu suaminya menikah lagi, boro-boro menyetujui. Namun, konon, kalau memberitahu istri pertama, kemungkinan besarnya istri tidak akan setuju.
Saya jadi teringat sebuah quote dari Charlize Theron. Sang aktris mengatakan, "Marriage equality is about more than just marriage. It's about something greater. It's about acceptance,"
Pada akhirnya pernikahan adalah tentang penerimaan dan saling kompromi. Anda setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H