Dia pasrah, diam, tidak mau menyerang, tidak pernah mencari risiko bahaya dan tak pernah bertempur dengan sesama kerang dan binatang laut lainnya. Jika ada serangan dia hanya mengatupkan kedua cangkangnya, itulah caranya dia melindungi diri dari bahaya. Meskipun dia hidup di dasar laut, dagingnya tidak asin sebagaimana binatang laut lainnya. Jika dia terluka dia membalut lukanya dengan lendir dan lama kelamaan akan membentuk mutiara nan indah, mutiara itu cemerlang karena hasil dari penderitaannya. Berada di tengah, di antara kedua cangkangnya yang kokoh kuat.
Sifat alamiah kerang ini membuka cakrawala permenunganku semakin menukik akan arti kehidupan dan jati diriku agar menjadi seperti kerang. Kerang mutiara ini menggambarkan kesejatian manusia. Kedua cangkang atau cangkok melambangkan kekuatan sifat dasar.
Cangkang bawah lambang sikap pasrah dan penyerahan diri secara total pada penyelenggaraan Ilahi dan Sabda Tuhan. Cangkang atas melambangkan iman kepercayaan yang teguh pada kehendak Tuhan. Jika kedua pokok jati diri dan kehidupan ini disatukan, segala masalah, persoalan hidup, rintangan, dan tantangan akan terjawab dan terselesaikan.
Secara adikodrati kedua cangkang mutiara ini dalam khasanah persilatan kejawen disebut bapa angkasa dan ibu pertiwi, demikian yang kupelajari dalam ilmu Liman Seto, yang berbunyi Sir dan Hu (jika dibaca) yang dalam penghayatannya termasuk PAL DWI PONGGO SETO.
Sikap diam membuka cangkang berarti mendiamkan cipta, rasa serta karsa, membuka hati hanya kepada Tuhan, siap sedia menerima apa saja yang melewati kehidupannya, dirinya, namun hanya mengambil apa yang dianugerahkan Tuhan. Menjauhkan diri dan tidak menginginkan akan apa yang bukan miliknya, haknya, tidak memohon kepada siapa pun selain Tuhan.
Sikap membenamkan diri dalam pasir atau lumpur di dasar laut merupakan lambang sikap melepaskan diri dari keduniawian, yang dalam bahasa Jawa disebut mati raga; mematikan kenafsuan raga = mati sajroning urip, kematian dalam kehidupan. Sikap ini selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kerinduan akan kematian; kematian dari nafsu dunia, kematian dari egoisme diri dan akhirnya memuncak pada kerinduan akan kematian badan, karena hanya dengan kematian badanlah roh kita bersatu dengan Tuhan dalam kemuliaan-Nya.
Dalam kehidupan ungkapan sifat ini mendorong setiap manusia untuk rindu akan Tuhan dan bertekad untuk melaksanakan kehendak Tuhan SOLI DEO = semua hanya untuk Tuhan, atau AMDG Amrih Minulya Dalem Gusti (Jawa) , Ad Mayorem Dei Gloriam (Latin) yang berarti semua untuk kemuliaan Tuhan. Sama seperti peristiwa penyaliban yang dilakukan oleh Yesus Sang Yoshua Emmanuel yang hanya memenuhi kehendak Bapa-Nya selama hidup di dunia ini.
Dasar laut bermakna mendalami pengertian dan pengetahuan akan kehidupan yang tak berwujud, maya tak tampak di permukaan. Sedangkan air laut yang asin melambangkan kehidupan dunia yang penuh aneka asinnya persoalan yang menyangkut emosi dan makna, makna berdasarkan cipta, rasa, dan karsa.
Mutiara yang dihasilkan adalah kekuatan berkat Tuhan. Talenta, bakat, harta kurnia yang sudah ada dalam diri manusia jika ditempa kesulitan, kesukaran, penderitaan akan terasah dan terpupuk oleh kesuburan iman. Persatuan dengan Tuhan semakin lama makin besar, cemerlang dan indah seperti kekuatan iman yang dimiliki oleh Sang Dewi Perawan Sinuci. Mutiara ini ada di dalam kerang, namun tidak digunakan oleh kerang itu sendiri. Mutiara itu akan diserahkan kepada yang mau mengambil, kepada orang lain sebagai hiasan bagi manusia. Mutiara adalah kotoran kerang yang menggumpal, dengan kata lain manusia wajib menggali hal-hal yang bagi dirinya mungkin tidak berguna.
Kusadari hasil permenungan meditasi ini merupakan berkat Triratna. Tri artinya tiga dan ratna adalah mutiara, dan ini mengandung makna TRI PUSAT KEHIDUPAN yakni TUHAN, MANUSIA, dan ALAM SEMESTA. Apa yang kuperoleh begitu bermakna dalam mengarungi kehidupan, namun bukan untuk diriku sendiri sebagaimana kerang mutiara, melainkan untuk orang lain. Mutiara itu terbentuk dalam waktu lama dan menggumpal sedikit demi sedikit, dalam lelah dan penderitaan olah jiwa, raga, dan kerohanian. Namun semua itu harus dipersembahkan bagi kesejahteraan marcapada seisinya.