kathil, menur, dan tapak dara putih.
Ketujuh macam bunga itu kutebarkan di air mandiku agar keharumannya menghantarku untuk sujud samadi memohon petunjuk Sang Hyang Widhi. Kukenakan kemben serbaputih, dan aku masuk ke kamarku membakar dupa tabur dari kayu cendana, dan mulai bersemedi.
Hatiku sedih, kalut, namun pasrah, dan menyerahkan semuanya pada kehendak Sang Hyang Widhi. Mataku tetap terpenjam. Tanpa terasa, aku terlena seperti masuk ke dalam suasana tidur dan bertemu dengan seseorang tua berjenggot, yang badannya tampak kuat karena olah kanuragan. Aku menghatur sembah tanda hormatku.
Pria itu menatapku dengan ramah dan bertitah, "Jangan engkau khawatir, Sanggrama Wijaya Tungga Dewi. Aku dapat merasakan kesusahanmu, kau akan terbebas dari pinangan Lembu Suro apabila dia meminangmu nanti. Mintalah dia membuatkanmu sumur di atas Gunung Kelud, dan berilah dia waktu hanya semalam. Kalau dia tidak mampu menyelesaikannya dalam semalam, akan badar permintaannya untuk meminangmu!
"Tapi awas, si Lembu Suro itu amat sakti. Meskipun permintaanmu tidak mungkin terpenuhi, baginya mungkin bisa terjadi karena dia mempunyai banyak bala bantuan, teman pendukung. Mereka adalah makhluk halus, jin yang membuatnya sakti mandraguna.
"Ingatlah Dewi, kau harus punya banyak akal, kalau nanti tengah malam pembuatan sumur itu hampir selesai, mintalah tolong Sekar Tanjung untuk mengerahkan para putri dan warga desa untuk membakar sampah di kebun dan menabuh lesung seolah-olah pagi telah tiba. Rencanakan ini dengan matang. Kalau ingin berhasil, kamu harus mengelabui Lembu Suro, aku akan berusaha mengerahkan tenaga dalamku untuk membantu niatmu."
Setelah mengulangi perkataan dan pesannya tiga kali, eyang berjenggot itu menghilang sebelum aku sempat menghaturkan sembah. Aku tersadar, seperti mimpi dan mengalami kejadian sesungguhnya, hatiku menjadi ringan dan lega mendengar semua itu.
Ternyata aku bersemadi sudah cukup lama, walaupun kurasakan pertemuanku dengan eyang berjenggot itu begitu sekejap. Badanku terasa ringan, aku berganti busana dan menemui ibundaku dan Romo Prabu yang sedang berdua duduk-duduk di pendopo taman.
"Selamat malam, Romo dan Ibunda."
Melihat kedatanganku mereka budua terkejut.
"Mari putriku, duduklah di sini dekat Romo dan ibundamu." Seperti biasa
 ketela rebus, kacang rebus, dan teh hangat dengan gula batu menjadi teman