Bunda Maria yang terlunta-lunta mencari tempat untuk melahirkan putranya, kelelahan karena cacah jiwa, didalam gua dia melahirkan Putera Allah terjanji, memeliharanya, bahkan memanggku Puteranya yang telah mati di Salib.
Kepedihan ibuku, juga terlihat sangat jelas ketika adikku no 4 meninggal, ibuku tak tega melihat jenazahnya,juga tidak pernah melihat makamnya. Ibuku tidak tahan tinggal di rumahnya sendiri, karena bapakku tiada, satu tahun kemudian disusul kepergian adikku.
Ibuku akhirnya tinggal bersama adikku yang bungsu di kota lain, sampai meninggalnya satu tahun kemudian setelah kepergian adikku, tepatnya 29 Agustus 2004.
Sebelum kepergiaannya ibuku menilponku begitu lama, tidak seperti biasa. Dia bercerita bahagia, bahwa dagangannya laku keras disaat bazar 17 Agustus --an.
Ketika kuberpesan :" Ibu jaga kesehatan ya, jangan terlalu lelah" apa jawabannya? : " Wuk Cah Ayu ( sapaannya yang khas untukku) Ibu bisa jaga diri, yang penting kamu juga jaga dirimu, dan adik-adikmu "

Tidak ada yang menyangka bahwa ibu akan cepat pergi, karena dalam keadaan sehat dan penuh semangat. Satu minggu sebelumnya saya memang bermimpi kehilangan "Ibu jari", sewaktu saya cerita pada adik bungsuku, katanya ibu mengomentari :" Bilang pada Mbakyumu, mimpi itu bunga tidur, jangan terlalu dipikirkan ", ternyata itu suatu tanda untuk terakhir kali.
Kini ibu sudah pergi, doa kami putri putranya, semoga jiwanya damai dalam dekapan KASIH & KERAHIMAN ILAHI. Bersama jiwa Bapak, adikku dan para leluhurku yang telah tiada.


Bila rindu membuncah, saya hanya bisa menatap fotomu yang kupanjang di altar kecil didekat tempat tidurku, disitu kita bertemu, tanpa batas waktu, kita bicara, tanpa mengucap kata.
Kurasa cintamu tetap membara Lestari terpateri dalam lubuk jiwa ini. Terima kasih ibu untuk segala cinta dan pengorbananmu, yang menghantar putera-puterimu, mandiri sebagai pribadi yang mencintai Tuhan dan sesamanya, seperti yang selalu kau ajarkan pada kami, Amin