Marahkah dikau Merapi?, kemegahan, kegagahan dan keindahanmu yang kukagumi, kini batuk lagi, jangan tumpahkan lahar dan awan panas yang membasmi, memporak porandakan, segala mahkluk hidup disekelilingmu. Pepohonan yang dulu hijau menyegarkan jangan dibuat kelabu pucat mati. Rumah , kebun, sawah jangan kau lumat dengan asap berapi.
Masih teringat peristiwa lalu engkau membuat semua orang tunggang langgang, lari menyelamatkan diri menghindari amukanmu yang membabi buta,dan membuat mati bagi siapa saja yang tersentuh lahar panasmu yang terus mengelinding menerjang yang dilalui.Luluh lantak semuanya hancur tak berperi
Ratap tangis kesedihan membahana dari setiap orang yang kehilangan orang-orang yang dicintai. Harta benda, rumah yang telah dikumpulkannya dan dihuninya bertahun-tahun. Kini tak berbekas, kusam, pasi dibalut selimut abu yang makin hari makin meninggi.
Apa ini suatu tanda dan ajakan untuk berefleksi, karena kami telah lama lupa untuk saling mencintai, baik sesama alam dan lingkungan dibumi pertiwi?
Kami tak selalu setia untuk mengirim sesaji, berupa doa dan ungkapan syukur hati untuk memuji. Bahkan kami mungkin sering menodai kehidupan kami dengan perbuatan yang tidak terpuji.Berilah kami kesempatan untuk berbenah diri, menjadi manusia luhur budi , yang selalu mencermati tanda alam yang patut kami patuhi.
Pada yang kuasa kami memohon semoga semua bencana ini tidak terjadi,di tengah CORONA yang belum juga pergi. Biarkan kami mengukir hidup baru yang lebih pasti. Semoga Tuhan berkenan mengampuni segala salah dan khilaf kami.Untuk bisa menata hidup lebih peduli, lebih punya hati untuk berbagi dan saling memahami sesama umat insani yang bersama-sama menghuni bumi ini.
Iman yang dalam kami hunjukkan pada yang Ilahi, semoga bencana semesta ini cepat berhenti dan hidup kami tertata lagi.Untuk menyatukan yang manusiawi dan yang Ilahi sehingga tidak kehilangan arah kemana nanti jiwa dan roh ini akan menuju pergi. Bersatu pada yang Suci Kang Murbeng Jagad Raya ini. Memulai “Normal Baru” yang juga belum pasti.
Hanya kepada-Mulah kami memohon, karena Dikau Pemilik Jagad Raya ini, yang satu-satunya mampu memberhentikan bencana ini.Berilah kami jiwa dan hati penuh tobat, untuk selalu ingat. Tahu bersyukur, punya hati dan jiwa yang selalu memuji. Punya indra untuk selalu membina diri, melahirkan rasa puas dan tahu batas, yang menciptakan hidup semakin selaras.
Terkenang kisah Mbah Maridjan yang bernama asli Mas Penewu Suraksohargo melaksanakan “ Sabda Pandita Ratu, dari titah Kanjeng Sinuhun Gusti Dorodjatun yakni Sri Sultan Hamengku Buono ke IX yang telah memberi tugas tuk menjadi juru kunci Argo Merapi.
Mbah Maridjan memeluk kesetiaan tugas sampai mati.Bersujud memohon pada Yang Sinuci, agar Merapi tidak mengamuk lagi .Mesti diterjang lahar panas dia tidak berlari pergi, membiarkan diri mati, tanda kesetiaan pada Dawuh Suci.