Saya baru disuruh ibu berbelanja dengan adikku.Ketika saya masuk rumah, kudapati nenekku menangis keras seperti ada orang yang meninggal. Dengan menangis nenekku bilang : " Kamu kok mau jadi suster kenapa?, apa tidak cinta lagi dengan nenek, dengan ibu bapakmu dan adik-adikmu?
:"Nenek pengin mati saja...kalau kamu menjadi suster". Apa kamu tidak tahu bahwa menjadi suster itu seperti orang yang mati, tidak boleh bertemu dengan keluarga, seperti buliknya nenek dulu jadi suster juga tidak pernah pulang".
Oh saya baru tahu kalau dulu adiknya buyutku juga jadi suster tapi suster kontemplatif, entah apa kongregasinya nenekku tidak tahu. Setelah Sr M Lusia pulang, sore itu menjadi saat yang sangat menyedihkan bagiku.
Malamnya bapak duduk di beranda tidak mau makan malam ,mungkin sampai pagi bapak duduk di beranda. Saat itu memang masa liburan sekolah, pagi harinya saya membuat kue, dan membantu didapur tak kuduga bapak mendekatiku dan bertanya : " Nduk apa benar kamu mau jadi suster ?, apa alasanmu ?".
Aku sungguh tidak bisa menjawab pertanyaan bapak, karena saya melihat bapak menangis tersedu-sedu, lalu bapak bilang :" Bapak tidak mengijinkan kamu". Serasa halilintar kata-kata bapak menyambar hatiku. Tapi entahlah ada perasaan tegar untuk mewujudkan keinginan hatiku, begitu kuat terasa, saya harus menjadi seorang biarawati.
Saya tidak tahu kalau ada banyak Ordo/ Kongregasi biarawati di Indonesia ini, yang kutahu kalau jadi suster ya sama saja.
Saya mendekati ibu dan bertanya:" Bu bagaimana?" " Apa ibu mengijinkan saya ?" Ibu merangkul dan menciumku:" Ya kalau itu yang menjadi kehendak Tuhan ya pasti kamu bisa jadi suster." Katanya. " lalu bagaimana dengan bapak ,yang tidak mengijinkan saya?jawabku".
" Soal bapak adalah urusan ibu, yang penting kamu sekolah yang baik ya, kata ibu sambil terus menciumiku".Kata -- kata dan perlakuan ibuku megurangi beban dihatiku.
Itulah jawaban ibu yang dikatakannya kepada Sr M Lusia juga, bahkan dari Sr Lusia saya tahu bahwa ibu rela menyerahkan saya untuk menjadi abdi Tuhan.
Karena ibu merasakan keanehan saat mengadung saya. Memang sih jarak pernikahan orang tuaku dan kelahiranku memang cukup lama. Ibu tidak segera mengandung setelah menikah, pernah mengandung tapi keguguran, oleh karena itu ibu mengambil anak kakak perempuannya untuk dijadikan pancingan, dan beberapa tahun kemudian barulah mengandung saya.