Mohon tunggu...
Ni Made Monika Juliyati
Ni Made Monika Juliyati Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemecahan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup: Langkah Strategis atau Beban Tambahan?

29 Oktober 2024   15:06 Diperbarui: 29 Oktober 2024   15:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Langkah yang diambil oleh pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming untuk memecah kembali Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi dua lembaga terpisah telah menimbulkan banyak kontroversi. Sebagian orang menyambutnya dengan baik dan berharap pemisahan ini akan membantu menyelesaikan masalah lingkungan dan kehutanan yang selama ini ditangani dengan kurang efektif. Namun, ada skeptisisme juga, terutama tentang bagaimana pemisahan ini akan berdampak pada kebijakan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam Indonesia dalam jangka panjang.

Apakah pemisahan ini benar-benar tindakan yang mendesak? Ini adalah pertanyaan pertama yang harus dijawab. Sejak digabungkan pada tahun 2014, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menangani sejumlah masalah penting, termasuk perubahan iklim, konservasi hutan, pengelolaan limbah, dan konflik tenurial lahan. Tidak diragukan lagi, tanggung jawab ini tidak ringan, dan selama hampir sepuluh tahun terakhir, banyak orang berpendapat bahwa satu kementerian tidak mampu menangani semua masalah ini dengan baik. Pemisahan ini tampaknya menguntungkan, karena fokus kebijakan akan lebih tajam dan terarah ketika dua kementerian bekerja sama. Namun, mungkinkah pemisahan ini justru menjadi langkah yang memperumit birokrasi lebih lanjut?

Di satu sisi, ada alasan yang masuk akal bahwa pemisahan ini dapat meningkatkan fokus. Dengan adanya Kementerian Lingkungan Hidup yang independen, masalah penting seperti konservasi keanekaragaman hayati dan mitigasi perubahan iklim dapat diprioritaskan. Tanpa harus "bertentangan" dengan prioritas kehutanan, kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, pengurangan emisi karbon, dan perlindungan spesies endemik dapat dilaksanakan. Sebaliknya, Kementerian Kehutanan mungkin lebih berkonsentrasi pada pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan, pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, dan pengembangan industri kehutanan yang ramah lingkungan. Diharapkan dengan pembagian ini, masing-masing kementerian akan memiliki mandat yang lebih jelas.

Meskipun demikian, tidak dapat diabaikan bahwa pemisahan ini membawa tantangan yang signifikan, terutama dalam hal koordinasi. Lingkungan hidup dan kehutanan sangat terkait satu sama lain. Misalnya, kerusakan di hutan akan berdampak langsung pada lingkungan dengan berbagai konsekuensi, termasuk degradasi tanah dan perubahan iklim. Jika tidak dikelola dengan baik, ada risiko kebijakan saling tumpang tindih atau bahkan bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, Kementerian Lingkungan Hidup mungkin perlu mengeluarkan kebijakan tambahan untuk memperbaiki kerusakan jika Kementerian Kehutanan hanya memperluas lahan untuk kepentingan industri kehutanan tanpa mempertimbangkan dampak ekologis. Hal ini dapat mengarah pada kebijakan yang berbeda, pemborosan anggaran, dan justru mengurangi efektivitas upaya pemerintah untuk menangani masalah lingkungan.

Selain itu, biaya operasi tambahan yang disebabkan oleh pembagian kementerian ini juga harus dipertimbangkan. Pemisahan lembaga memerlukan penyesuaian struktur kelembagaan, fasilitas, dan alokasi anggaran, serta pembagian sumber daya manusia yang baru. Apakah tindakan ini bijaksana secara finansial dalam konteks di mana anggaran negara seharusnya dialokasikan untuk investasi dalam sektor strategis dan pemulihan ekonomi? Pemerintah harus mempertimbangkan secara menyeluruh agar pemisahan ini tidak menambah beban anggaran tanpa manfaat yang nyata.

Di tengah kesulitan ini, ada harapan besar bahwa pemisahan ini akan membantu Indonesia mencapai target keberlanjutan lingkungannya dengan lebih cepat, terutama dalam hal mitigasi perubahan iklim. Dengan Kementerian Lingkungan Hidup berkonsentrasi pada pengurangan emisi dan peningkatan kualitas udara, dan Kementerian Kehutanan berkonsentrasi pada rehabilitasi hutan dan pengelolaan hutan lestari, pemerintah diharapkan lebih siap untuk menghadapi tantangan global. Pemisahan ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat komitmennya terhadap Agenda 2030 PBB, terutama SDGs terkait iklim dan ekosistem darat.

Selain itu, pemecahan ini memberikan peluang untuk mendorong masyarakat adat dan komunitas lokal di sekitar hutan, yang seringkali menjadi korban eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan pertimbangan sosial dan lingkungan yang memadai. Dengan Kementerian Kehutanan yang lebih fokus, pemerintah dapat bekerja sama dengan masyarakat lokal dalam menjaga kawasan hutan. Ini akan membantu konservasi dan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Hak-hak masyarakat adat sering terpinggirkan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam, jadi langkah ini relevan dengan komitmen nasional untuk melindunginya.

Meskipun demikian, banyak orang masih skeptis, terutama tentang kebutuhan untuk mekanisme koordinasi yang baik antara kedua kementerian. Apakah pemerintah mampu membuat sistem koordinasi yang fleksibel dan terintegrasi? Apakah ada jaminan bahwa kedua kementerian tidak akan mengambil kebijakan yang bertentangan satu sama lain? Pertanyaan ini harus ditangani melalui kebijakan dan sistem yang nyata, bukan hanya harapan.

Pada akhirnya, pemisahan Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup adalah langkah yang berani dan berpotensi besar bagi masa depan lingkungan Indonesia, tetapi bukan tanpa risiko. Sejauh mana kedua kementerian dapat bekerja sama dengan baik akan menentukan keberhasilan kebijakan ini. Tanpa mekanisme kerja sama yang kuat, pemisahan ini dapat berubah menjadi hal yang buruk, yang justru menghambat tujuan pengelolaan hutan dan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.

Sebagai masyarakat, kita harus terus mengamati bagaimana kebijakan ini berkembang dan kritis mengawasi pelaksanaannya. Pemisahan kementerian ini harus menjadi perubahan struktural yang signifikan, bukan hanya perubahan tampilan. Itu harus benar-benar membantu menjaga dan memperbaiki lingkungan hidup Indonesia. Mudah-mudahan tindakan ini akan menjadi awal dari perubahan yang positif dan bukan sekadar upaya birokrasi yang gagal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun