Sejak awal tahun 2020  World Health Organization (WHO) mengumumkan status pandemi covid-19 yang mulai menyebar di berbagai negara. Menanggapi hal tersebut, maka pemerintah Indonesia melakukan pembatasan seluruh kegiatan termasuk belajar mengajar di sekolah maupun perguruan tinggi. Kemdikbudristek mengeluarkan kebijakan belajar dari rumah secara daring dan meniadakan kegiatan belajar melalui tatap muka.
Pembelajaran daring (online) dinilai sebagai kunci yang efektif dalam melakukan pembelajaran di rumah guna memutus rantai persebaran Covid-19. Biasanya pembelajaran daring memanfaatkan fitur aplikasi Whatsapp yang memuat Whatsapp Group sebagai perantara mengirim pesan, gambar, video, dan file ke seluruh anggota Group. Aplikasi lainnya yang dilakukan dengan adanya ruang diskusi, pengumpulan tugas dan materi seperti E-learning. Aplikasi yang terdapat perantara tatap muka yaitu Google Meet dan Zoom, aplikasi ini merealisasikan dosen dan mahasiswa untuk berinteraksi secara virtual dengan fasilitas pesan maupun kegiatan presentasi (Herliandry dkk, 2022:67-68).
Pembelajaran daring dinilai baik karena mampu menyeimbangkan kualitas pembelajaran dengan perkembangan zaman dan teknologi. Namun, pelaksanaan pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 menimbulkan berbagai persoalan, di antaranya mahasiswa sulit dalam menguasai materi yang disampaikan, perlengkapan dalam melakukan pembelajaran daring kurang mendukung seperti akses listrik, internet, handphone atau komputer serta penumpukan tugas yang dibagikan tidak setara dengan waktu belajar.
Memasuki tahun ajaran baru 2021/2022 Kemdikbudristek telah mengeluarkan surat edaran pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas, karena proses pembelajaran secara daring dinilai tidak efektif. Pembelajaran tatap muka terbatas dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan zona daerah tersebut sudah termasuk kedalam zona hijau (aman). Dalam menanggapi hal tersebut Universitas Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) sebagai salah satu perguruan tinggi di daerah Yogyakarta menerapkan metode pembelajaran hybrid learning. Hybrid learning merupakan penggabungan metode pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring. Hybrid learning mengusulkan untuk melakukan pembelajaran 50% tatap muka dan 50% kelas daring (Febnesia dkk, 2021:533). Hybrid learning dianggap sebagai metode pembelajaran yang penting  pasca pandemi Covid-19 (Handayani dan Utami 2020:277).
Pelaksanaan Hybrid learning di UNISA dilakukan dengan beberapa ketentuan diantaranya pembelajaran tatap muka diprioritaskan untuk kegiatan praktikum dan perkuliahan teori dilakukan dengan pembelajaran daring karena praktikum membutuhkan peralatan, perlengkapan, laboratorium sehingga kurang efektif jika dilakukan secara daring. Seluruh mahasiswa yang akan mengikuti pembelajaran tatap muka di kampus wajib sudah vaksin 2 kali, mendapatkan izin dari orang tua, dalam kondisi sehat dan tidak memiliki penyakit penyerta (komorbid) dan bersedia mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditentukan oleh satgas Covid-19 UNISA. Selain itu setiap Fakultas di UNISA juga memperhatikan pembagian kloter kuliah tatap muka per harinya guna meminimalisir kerumunan yang terjadi, seperti setiap kelas terbagi menjadi 2 kelompok praktikum perharinya.
Penerapan Hybrid learning di UNISA dapat dinyatakan efektif karena perkuliahan daring dilakukan untuk mata kuliah teori dan mata kuliah yang bersifat praktikum harus benar-benar diperlukan kehadiran dosen secara fisik di dalam kelas. Setelah teori yang diberikan secara daring dapat diterima dan ditelaah dengan baik oleh mahasiswa, maka mahasiswa bisa melakukan kegiatan praktikum dengan kegiatan tatap muka terbatas sesuai dengan pembelajaran yang diterapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H