Saya bukan seorang muslim dan tidak pernah ikut berpuasa, tetapi dapat merasakan kebersamaan dalam melihat maupun berbuka bersama teman, saudara maupun masyarakat sekitar ketika puasa. Sungguh suatu kebersamaan yang indah ketika melihat mereka mempersiapkan berbuka, terutama saat menyiapkan menu malam, persiapan tarawih bersama atau aktivitas pagi dimana teman-teman saling mengetok pintu kamar saat alarm sahur berbunyi bahkan dulu pernah melihat pemuda dan anak-anak kampung yang keliling rumah sambil berteriak "..sahur..sahur..".
Suasana menjelang lebaran itu menurut saya sebuah tradisi menarik, indah dan menimbulkan rasa kangen. Sepertinya menjadi potret "inilah Indonesia, inilah kampung halaman, inilah masa kecil yang sampai dengan sekarang tidak hilang".
Sore kemarin saya melilhat begitu banyak orang ngabuburit dijalan sambil membeli makanan. Hampir setiap 3 meter penjual takjil berada di kanan dan kiri jalan dengan berbagai makanan. Yang terlintas di benak saya adalah persiapan mereka untuk berbuka dengan mencari menu makanan, keceriaan, kebersamaan dan meningkatnya aktivitas jual beli menjelang lebaran.
Sempat membaca berita bahwa ada pelarangan terkait pedagang yang berjualan saat bulan puasa. Kenapa? Apakah aktivitas ini mengurangi makna puasa dengan menghamburkan uang? Apakah keberadaan para pedagang dadakan ini membuat tambah macetnya jalanan? Yang saya lihat malah perekonomian meningkat, jiwa wirausaha masyarakat tumbuh, ada kebersamaan masayarakat dalam menyiapkan berbuka. Mungkin himbauan boleh untuk tidak terlalu menghamburkan uang, lebih indah bila digunakan untuk berbagi dengan yang membutuhkan, bukan dengan penutupan paksa para pedagang. Kadang yang sering kita lihat kebijakan muncul dengan keputusan meng"cut" hasil akhir bukan pembenahan pada saat proses. Sesuatu yang sudah terjadi dan berlangsung lama, dibiarkan, kemudian muncul aksi. Jadi sebuah aksi perbaikan tidak ditempatkan pada hulu permasalahan, masuk dalam proses dan berakhir dengan perubahan sistem namun solusi muncul dengan menutup hilir.
Dari moment ini pula kadang kita bisa bertemu teman kecil, reuni-reuni saat SD, SMP, SMU, teman kuliah tak jarang kemudian muncul. Ini tradisi negara kita, tradisi kampung halaman dan tradisi masa kecil siapa saja. Semoga kebersamaan ini, rasa toleransi selalu ada di kampung, di kota, di negara ini dan muncul setiap saat, bukan hanya pada saat moment-moment tertentu saja. Mari berbagi kebersamaan dimana saja dan kepada semua. Selamat berpuasa.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H