Mohon tunggu...
Monica Andreas
Monica Andreas Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati Pendidikan Indonesia

I love movies, food, and travelling. My life is devoted to God only! Carpe Diem....

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Mandat Injili dalam Era Postmodernisme

19 November 2021   13:50 Diperbarui: 19 November 2021   14:00 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengikut Kristus,  erat dengan Mandat Injili dan Mandat Injili ini langsung diberikan oleh Allah pada seluruh pengikutnya untuk memberitakan injil. Mandat penginjilan terlihat jelas di dalam Amanat Agung di kitab Matius 28:19-20, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. 

Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Dasar inilah yang menjadi dasar dan sumber Tuhan Yesus memerintahkan pengikutNya untuk memberitakan Injil. Perintah ini juga yang menjadi mandat injili bagi kita semua pengikut Kristus.

Erickson dalam jurnalnya mengatakan bahwa keselamatan membutuhkan regenerasi, suatu transformasi supernatural berdasarkan kematian penebusan Yesus Kristus dan diterima hanya dengan menjalankan iman kepada-Nya (Erickson 1991). Jadi sangat penting sekali bahwa mandat injili ini memegang peranan krusial untuk membawa transformasi pada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus dengan iman kepada Yesus Kristus. 

Oleh karena itu, sangat dapat dimengerti kalau orang-orang Kristen - khususnya pada abad ke-19 - telah begitu bergairah untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada mereka yang terpanggil untuk memenuhi tugas pengutusan itu, sehingga orang-orang dapat mengenal Yesus Kristus, dibaptiskan, dan diajarkan untuk melakukan apa yang telah Ia perintahkan. 

Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita pun terpanggil untuk ikut serta di dalam mengemban mandat injili yang telah Ia berikan itu. Tetapi persoalan yang kita hadapi ialah: bagaimanakah kita harus melaksanakannya? Bukankah zaman dan situasi kita sekarang tidak persis sama seperti situasi pada zaman para rasul dahulu? 

Bagaimanakah kita mengerti dan memahami mandat injili itu di tengah situasi kita sekarang? Satu hal yang pasti dan tidak akan pernah berubah, mandat injili yang diberikan oleh Allah kepada kita itu tidak pernah berubah. Tetapi tugas itu harus diwujudkan di dalam situasi yang konkret, dalam hal ini situasi Indonesia yang majemuk ("KEBANGKITAN YESUS MEMBERI MANDAT MISIONER - Jurnal Pelita Zaman" 1992) .

Di masa sekarang ini, tentunya sangatlah tidak mudah bagi pengikut Kristus untuk mengemban mandat injili. Hal yang paling terlihat jelas adalah dikarenakan terdapat nilai-nilai yang bergeser dalam masyarakat dan tanpa disadari nilai-nilai sosial atau cara pandang tersebut masuk secara perlahan namun pasti ke dalam gereja (Darmawan 2016). Salah satu cara pandang yang sedang tren saat ini adalah postmodernisme atau yang singkatnya disebut era postmo. 

O'Donnell mengungkapkan bahwa "Post" berarti "sesudah" dan "modern" adalah up to date atau "sekarang". Sementara postmodernisme merupakan nama pada pendirian filsafat dan merupakan gerakan yang berbeda-beda (relative) dengan beberapa paham yang bertentangan. 

Postmodernisme adalah perubahan dalam arti meninggalkan cara berpikir dan pola hidup manusia modern (O'Donnell 2003). Stanley J. Grenz menuliskan bahwa era ini senantiasa negatif, menolak pola pikir pencerahan yang melahirkan modernisme dan telah merasuki jiwa dan kesadaran generasi sekarang ini (Grenz and Theol. 1996). 

Lumintang menjelaskan bahwa manusia postmo cenderung menekankan kebenaran subyektif, karena itu kaum postmo menyatakan kebenaran sebagai sesuatu yang relatif. Kebenaran dipandang sebagai perspektif yang mungkin benar tetapi belum tentu hal yang sesungguhnya. Lebih jauh, Lumintang mendeskripsikan bahwa, semua bisa benar, karena kebenaran adalah perspektif yang mana tergantung dari sudut pandang mana saja, termasuk dari sudut pandang iman agama manapun. Selain berdasarkan perspektif, kaum postmo juga menekankan bahwa kebenaran itu bersifat temporal, bisa berubah sesuai konteks. Akhirnya, ditegaskan bahwa kebenaran itu adalah kombinasi dari semua kebenaran yang ada (Lumintang 2009). 

Adapun salah satu contoh yang Lumintang berikan adalah, kaum postmo tidak menyukai liturgi ibadah yang tradisional, mereka lebeih memilih untuk mengikuti pola ibadah yang senantiasa baru dan menyegarkan. Jadi dari contoh tersebut, bukan soal kebenaran ibadah yang dicari, akan tetapi kenikmatan dalam beribadah (Lumintang 2009). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun