Mohon tunggu...
Abdul Muis
Abdul Muis Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis, belajar otodidak dari internet tentang inovasi pembelajaran, aktif sebagai narasumber berbagi praktik baik, fasilitator PGP, Praktisi Menggajar, pendiri penerbit Klik Media dan Pustaka Mahameru, Abinya Nada dan Emil.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anda Guru? Hindari 3 Hal Ini

16 Juli 2024   05:53 Diperbarui: 16 Juli 2024   07:19 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Role Model dalam Pembelajarna PAI (dok. pribadi)

Nah, yang haram atau jika tidak ingin ekstrim menyebut haram, yang tidak boleh dilakukan oleh guru adalah caper kepada rekan sejawat, dan mungkin caper kepada atasan. Ini sungguh berbahaya. Cari perhatian rekan sejawat ini seringkali bermakna negatid, bahkan cari perhatian kepada atasan dimaknai sebagia cara guru mendekati atasan (kepala sekolah) karena menginginkan jabatan atau posisi tertentu. Profesionalisme guru pada tahap ini dipertaruhkan. Semua kita tentu sepakat bahwa urusan hati dan rasa tak ada yang tahu kecuali diri sendiri dan Tuhan. Namun, saya yakin, semua kita tentu sepakat dan sepaket, bahwa orang yang caper kepada orang lain (rekan sejawat atau atasan) dapat dibaca dari caranya bersikap, berkata, bertingkah dan berpola dalam kesehariannya Yang seperti ini amat sangat mudah sekali terbaca karena nampak dari casing. 

Role Model dalam Pembelajarna PAI (dok. pribadi)
Role Model dalam Pembelajarna PAI (dok. pribadi)
  • Kuper

"Mainlah yang jauh, jangan hanya muter-muter di Kebonsari, Yosowilangun, atau Lumajang saja. Dunia ini luas, indah dan penuh dengan kejutan, kalian harus belajar itu semua".

Narasi ini selalu saya sampaikan kepada peserta didik, sebagai motivasi dan pelecut semangat agar mereka memiliki cita-cita dan mimpi yang besar dan tinggi. Sekolah boleh di pinggiran, tapi pikiran dan mimpi harus tetap melambung tinggi setinggi langit dan seluas samudera. Begitu pula dengan kita sebagai guru. Teknologi, informasi, zaman dan alam terus berubah dan berkembang. Meminjam istilah guru penggerak, kewajiban bagi kita untuk menghadirkan pembelajaran yang sesuai dengan 'kodrat alam dan kodrat zaman'. Jika dahulu kita mengirim pesan dengan sms, maka kini sudah berganti dengan WA, Telegram dan ragam fasilitas lainnya, yang bukan hanya pesan, bahkan gambar dan video pun dapat kita kirimkan dengan seklai klik.

Kuper atau kurang pergaulan menandakan bahwa circle kita hanya terbatas pada lingkup tertentu. Bermainlah yang jauh, bergaullah dengan banyak orang, jalinlah komunikasi dan bangun jaringan yang luas, agar kita tahu bahwa mengajar itu tidak hanya hadir di kelas tapi juga dari mana saja, agar kita paham bahwa keterampilan bertanya dan memberikan umpan balik itu penting bukan hanya dalam pembelajaran namun juga pada bagaimana cara kita merespon dan menganggapi orang lain.

Mainlah yang jauh, agar kita tidak mudah tersinggung (ini berkaitan dengan sifat berikutnya) terhadap segala sesuatu yang sebenarnya itu adalah konfirmasi namun kemudian dimaknai dengan introgasi dan bahkan dimaknai destruksi karena sudah terlanjur merasa diri sebagai pribadi yang terdzolimi. Jika sudah seperti ini, maka fix kita berada di circle sempit dan terbatas.

  • Baper

Baper atau bawa perasaan. Dalam satu kesempatan seorang peserta didik bercerita kepada saya bahwa setiap kali Bu X masuk kelas, selalu diawali dengan marah-marah, mencari kesalahan teman-temannya di kelas, bahkan kesalahan receh dan kecil menjadi besar dan berakibat fatal. Ini bukan sekali dua kali dilakukan Bu X di kelas tersebut, dan yang bercerita pun bukan hanya satu atau dua peserta didik tapi sebagian besar peserta didik di kelas tersebut mengamini cerita itu. Miris.

Menjadi guru ibarat pemain musik. Apapun alat musiknya, seorang seniman musik harus pandai memainkannya. Bagaimana pun kondisi dan keadaannya, ia harus tampil prima, tampil dengan penuh senyum bahagia di depan semua orang, tampil dengan wajah berseri-seri tanpa sedikitpun menunjukkan kesedihannya di depan khalayak.

Begitu pula dengan guru. Jika kita punya masalah di rumah, jangan di bawa ke sekolah. Jika kita membenci seseorang, jangan tunjukkan rasa benci itu apalagi melampiaskannya kepada orang lain. Jangan baper. Jika ada yang bertanya kepada kita, mengkonfirmasi karena ketidak tahuannya pada satu hal, jangan lantas menganggap diri sebagai orang yang tidak tahu apa-apa kemudian merasa menjadi orang yang terdzolimi, itu baper namanya. 

Jangan lantas setelah pertanyaan terjawab kemudian diiringi dengan kata-kata "saya memang tidak tahu apa-apa, tapi itulah yang saya dapatkan dan pelajari". Narasi seperti ini sebenarnya sederhana, namun dari narasi ini menandakan bahwa kita baper, merasa ditegur atau dikritik padahal sebaliknya. Jangan baper. Sikap seperti ini tidak baik bagi guru, bahkan bagi semua, tidak baik bagi kesehatan. Kita akan mudah menjadi orang yang perasa, dan dampaknya dalam waktu yang panjang adalah stress.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun