Mohon tunggu...
Abdul Muis
Abdul Muis Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang suka menulis, belajar otodidak dari internet tentang inovasi pembelajaran, aktif sebagai narasumber berbagi praktik baik, fasilitator PGP, Praktisi Menggajar, pendiri penerbit Klik Media dan Pustaka Mahameru, Abinya Nada dan Emil.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggagas Kompetensi Guru

22 Juni 2024   05:27 Diperbarui: 22 Juni 2024   05:38 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang guru senior bercerita bahwa kini ia sudah tidak lagi menjabat tugas tambahan apapun selain wali kelas. Apakah ini artinya ia tak kompeten? apakah ini berarti ia tak memiliki kompetensi apapun yang berguna bagi sekolah? apakah kini ia sudah tak 'sesuai' lagi dengan kodrat alam dan kondrat zaman?

Pengalamannya sebagai pemimpin di ragam organisasi sepertinya telah menjadi rahasia umum. Kemampuannya dalam manajemen sudah tidak dapat diragukan lagi, pengalamannya yang tak sedikit juga menjadi rekam jejak jelas bahwa ia bukan sekadar guru yang 'ngajar lalu pulang', jabatan dan kedudukannya dalam berbagai organisasi menjadi bukti sahih bahwa ia adalah orang yang 'seharusnya' diperhitungkan, ia adalah 'emas' yang jika dibuang kelak pemiliknya akan menyesalinya sepanjang kehidupan.

Namun, pengalaman dan prestasi atau bahkan mungkin capaian terbaik yang pernah diberikannya kepada sekolah tempat di mana ia mengabdi puluhan tahun, kini tak lagi diperhitungkan atau bahkan diabaikan sama sekali. 

Zaman, alam dan sikon memang telah berganti, jika dulu kita berkomunikasi hanya via SMS (short messege service), kini tergantikan oleh WhatsApps, Telegram, Messenger dan lain sebagainya. 

Jika dahulu kita hanya mengajar di ruang-ruang kelas terbatas, kini pengetahuan itu dapat disampaikan dari ragam penjuru sekolah dan bahkan penjuru negeri sekalipun, semua dilakukan dengan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri, adaptasi dan berubah, boleh jadi akan tergerus oleh arus zaman dan alam. Sebaliknya, inovasi dan kolaborasi menjadi kunci bahwa seseorang akan terus bergerak, berubah dan berkembang dari masa ke masa. 

Namun meskipun demikian, ada aspek yang tak dapat kita tinggalkan dan lupakan, aspek penting tumbuh kembang organisasi, aspek yang pada dasarnya tak dimiliki oleh mereka yang masih 'seumur jagung', yang harus banyak belajar kepada mereka yang sudah malang melintang mengenyam perubahan, yakni PENGALAMAN.

Pengalaman menjadi modal penting dan berharga yang tidak semua orang dapat menikmatinya. Jika hari ini kita mengirim pesan dengan teknologi yang cangging, boleh jadi generasi kini tidak merasakan bagaimana nikmatnya berkomunikasi secara langsung, berdiskusi, ngopi, bertatap muka secara langsung, bercanda, senda gurau, ngobrol dengan lepas, semua itu kenikmatan yang boleh jadi tidak dirasakan oleh mereka yang hidup di masa kini, yang 'minim' pengalaman, yang belum tahun bagaimana nikmatnya menjadi uswah hasanah bukan hanya bagi murid namun juga sesama rekan guru.

Apa yang dialami oleh teman guru pada cerita di atas, sejatinya juga bukan karena gerusan alam dan zaman, namun kemampuan seorang pemimpin dalam mengelola, mengatur, memfasilitasi, memberikan wadah, menjadi pengayom bagi mereka yang ada di bawah kepemimpinannya. 

Kompetensi seorang pemimpin menjadi faktor penting terhadap tumbuh kembang organisasi, kompetensi pemimpin dalam mengayomi,mewadahi, memfaslitasi mereka yang ada di bawahnya, menjadi penentu arah kapal besar 'organisasi' yang sedang dipimpinnya. 

Jika hari ini kapal itu mampu berlayar melewati satu atau dua pulau, boleh jadi di pulau ke tiga, ke empat atau ke lima atau pulau berikutnya, ia akan oleng diterpa ombak dan derasnya arus kehidupan. 

Pengalaman adalah kunci penting yang tak dapat diabaikan. Ia memang bukan bagian dari kompetensi pokok guru, namun bukan berarti ia tak penting. Peribahasa "Pengalaman adalah Guru Paling Berharga" dapat menjadi dalil sahih bahwa ia juga tak dapat diabaikan. 

Contoh paling sederhana yang dapat kita baca dalam kehidupan adalah bagaimana seseorang yang dengan pengalaman tak sedikit, memutuskan perkara rumit dengan bijak dan tenang. Berbeda dengan mereka yang baru 'seumur jagung' yang boleh jadi akan memutuskan masalah yang sama dengan emosi dan nada tinggi.

Pengalaman memang bukan satu-satunya faktor penting seseorang dalam meraih masa depan, namun dengan pengalaman, orang akan belajar bagaimana ia memutuskan, bersikap dan mengambil kebijakan. 

Guru dengan pengalaman mengajar puluhan tahun akan berbeda dalam menangani murid 'dengan kebutuhan khusus' dibangingkan dengan guru yang baru mengajar beberapa tahun. 

Pengalaman menjadi faktor penting bagaimana guru harus bersikap, bagaimana guru harus bertindak kemudian mengambil keputusan dan melakukan sesuatu terhadap murid tersebut. 

Akan ada banyak faktor yang dipertimbangkannya yang boleh jadi faktir tersebut bukan semata menjadikan murid menjadi orang baik, namun juga faktor lain yang boleh jadi tidak terbaca dan tidak diketahui oleh orang lain.

Dalam lingkup yang lebih luas, mereka dengan pengalaman yang tak sedikit juga dapat berpikir lebih panjang bukan hanya untuk dirinya sendiri namun juga orang lain. 

Guru dengan pengalaman yang panjang, tidak akan meninggalkan tradisi lama yang baginya itu adalah ruh kehidupan di mana tempat ia bekerja. Contoh paling sederhana adalah kehidupan kekeluragaan yang lekat di lingkungan kerja. Ini penting dalam rangka membangun iklim kerja yang sehat, akrab, hangat dan boleh jadi iklim inilah yang akan mengantarkan 'kapal besar' bernama sekolah, meraih kesuksesan dan kejayaan di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun