Selanjutnya, bersama Istri, gw dateng ke kantor kecamatan dan menemui salah satu petugas disana. Gw sampaikan kembali pesan dari Pak RT. Si petugas dengan kurang ramah menjawab bahwa data gw di dua kota harus dihapus, caranya gw harus balik dulu ke Cirebon minta ke Disdukcapil Kota Cirebon untuk menghapus data gw, lalu gw harus balik lagi ke Palembang untuk melakukan hal yang sama, gw juga harus bikin surat pindah baru serta KK baru. Buseeet..! Nih petugas keren banget tanpa mendapatkan penjelasan yang detail dari gw, do’i dengan percaya diri menjelaskan secara singkat dan padat berharap gw puas dan jelas.
Selanjutnya, bersama Istri, gw dateng ke kantor kecamatan dan menemui salah satu petugas disana. Gw sampaikan kembali pesan dari Pak RT. Si petugas dengan kurang ramah menjawab bahwa data gw di dua kota harus dihapus, caranya gw harus balik dulu ke Cirebon minta ke Disdukcapil Kota Cirebon untuk menghapus data gw, lalu gw harus balik lagi ke Palembang untuk melakukan hal yang sama, gw juga harus bikin surat pindah baru serta KK baru. Buseeet..! Nih petugas keren banget tanpa mendapatkan penjelasan yang detail dari gw, do’i dengan percaya diri menjelaskan secara singkat dan padat berharap gw puas dan jelas.
Karena rasa penasaran atas kebenaran jawaban dari petugas kecamatan, hari itu juga gw mendatangi Disdukcapil Kota Palembang dan ditemui oleh pejabat yang berwenang. Dari pemaparan pejabat tersebut didapat kesimpulan bahwa apa yang disampaikan oleh petugas kecamatan ke gw, semuanya gak ada yg bener! Bahwa gw harus direkam lagi, itu gak bener. Bahwa gw harus bolak-balik Cirebon-Palembang untuk hapus data, itu gak bener. Bahwa gw harus bikin surat pindah lagi dan bikin KK baru lagi, itu juga gak bener. Pejabat tersebut juga menyesalkan atas penjelasan yang salah yang diberikan oleh petugas kecamatan ke gw.
Karena data gw ada di dua kota yang berbeda, maka gw gak bisa punya (e)KTP. Gw harus menunggu “petunjuk” dari pusat untuk kasus data ganda, gw harus melalui proses berdasarkan ‘petunjuk’, demikian menurut pejabat tersebut sambil menyarankan gw agar membuat KTP sementara.
Atas kecerobohan petugas kecamatan dalam memberikan informasi, gw jadi korban. Sementara masyarakat yang lain sedang asyik mengantri mengambil e-KTP yang sudah jadi (seharusnya gw ada diantara antrian itu).
Dan, bahwa e-KTP baru akan jadi tahun depan sejak proses perekaman, itu pun tidak benar..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H