Mohon tunggu...
Alim Penulis
Alim Penulis Mohon Tunggu... Jurnalis - Alim Jurnalis

Penulis, Jurnalis, Trainer Penulisan, Praktisi Buku, Pengusaha Industri Kreatif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Satu Pekan di Kota Riyadh

16 April 2015   21:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RIYADH ARAB SAUDI | Memasuki satu pekan di kota Riyadh, pendiri LIMAS Institute dan 49 orang delegasi Mahkamah Agung RI dari unsur hakim peradilan agama, mulai menyesuaikan diri dengan kondisi setempat. Semula makanan yang terasa asing, aneh, dan unik, kini mereka sangat menikmati. Cuaca panas berdebu di siang hari dan dingin menyengat pada malamnya, menjadi dinamika tersendiri.

“Inilah pengalaman pertama saya di tanah Arab, inilah kota seribu makna, cerita, dan kisah, inilah negara dimana Islam pertama kali ada dan peradaban bermula, sayang sekali kalau semua ini hilang tak berkesan,” kata pendiri LIMAS Institute Alimuddin Aldi dari Riyadh.

Dia bercerita, sepanjang jalan kota Riyadh panas dan berdebu, bahkan sampai larut malam. Tapi di jalanan tidak tampak sampah berserakan, mobil berjalan pada jalurnya dan tidak terlihat pejalan kaki yang menyebrang.

Kaum perempuan dimuliakan dan didahulukan dalam setiap kesempatan, anak kecil dilindungi. Setiap universitas membedakan tempat belajar kaum hawa dan kaum adam.

“Contohnya kampus universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, terbagi dua bagian kampus, ada kampus khusus perempuan (lil banat) dan ada kampus khusus laki-laki (lil rijal), jadi antara kaum adam dan kaum hawa tidak akan dapat saling melihat dan bertemu karena jarak antara dua kampus itu relatif jauh,” ungkap bos LIMAS.

14291953411038066169
14291953411038066169


Riyadh adalah kota modern, layaknya kota Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Makassar di Indonesia. Tidak sedikit kaum adam yang menggunakan celana jeans tanpa sorban, kaum hawa pun demikian, walaupun mereka memakai jubah hitam panjang, tetapi ada yang tak mengenakan cadar atau penutup muka.

Menurut Ismail bin Usman, inilah wajah kota Riyadh sekarang. “Hubungan kerjasama antara Arab Saudi dengan beberapa negara Eropa membuat kami menjadi modern, terbuka, namun tetap berprinsip bahwa syariat Islam dan nilai-nilainya adalah mutlak,” kata orang Pakistan yang menjadi mahasiswa di kampus Imam.

Pada bagian ini, laporan langsung dari universitas Islam Imam Muhammad bin Saud Riyadh. Kegiatan pendiri LIMAS Institute dan 49 orang delegasi Mahkamah Agung RI dari hakim peradilan agama, memasuki masa liburan akhir pekan di minggu pertama sejak mereka tiba di Riyadh 10 April 2015 lalu.

“Kami libur dua hari, jumat dan sabtu, hari ahad masuk lagi, rencananya kami akan mengunjungi pasar tradisional di Riyadh, sekaligus city tour, melihat-lihat dan jalan-jalan serta menulis beberapa cerita khas orang Arab,” ujar pendiri LIMAS Institute.

1429195600762395954
1429195600762395954

Satu pekan para delegasi belajar, mereka serius menyimak dan mengikuti kegiatan pelatihan. Mulai membahas hukum ekonomi syariah kontemporer dari doktor Salim Haidan, lalu metode pembuktian dan petunjuk penyelesaian kasus-kasus hukum oleh doktor Fahd, terakhir dilanjutkan oleh Profesor Ahmad tentang hukum keluarga dan permasalahannya. Semua mata kuliah itu disampaikan lugas, jelas, mantap, dan sistematis dalam bahasa Arab resmi.

Lalu, bagaimana kisah selanjutnya? Laporan dari Riyadh menyusul…..

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun