Merokok merupakan kegiatan yang lekat dengan kebiasaan anak muda saat ini. Terlebih rokok adalah sesuatu yang mudah dan murah untuk didapatkan. Sehingga anak muda terutama kaum remaja tertarik untuk mencoba dan membelinya. Ini terbukti dari pernyataan agensi iklan Dwi Sapta Pratama dalam tulisan Nina Mutmainnah Armando yang berjudul, "Regulasi tentang Iklan Rokok di Media Penyiaran Tidak Melindungi Anak dan Remaja". Dalam tulisannya agensi mengakui bahwa pasar industri rokok saat ini menyasar kaum muda. Di mana rokok tidak lagi diidentikan dengan kegiatan yang hanya dapat dilakukan orang dewasa atau tua, melainkan anak muda juga bisa mengikuti keseruan dari rokok sendiri.
     Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang riset yang ditulis oleh Nina Mutmainnah Armando yang berjudul, "Regulasi tentang Iklan Rokok di Media Penyiaran Tidak Melindungi Anak dan Remaja". Riset ini terangkum dalam buku "COMICOS: E-Proceeding Developing Knowledge Community Quintuple Helix and Beyond"yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Riset ini membahas tentang perdebatan tentang iklan rokok apakah masih dibolehkan atau tidak. Nyatanya di negara-negara ASEAN lainnya kecuali Indonesia, telah melarang iklan rokok di media penyiaran.
     Dilansir dari tempo.co, iklan rokok di Indonesia menjadi penyumbang pemasukan televisi terbesar. Terdapat 424 spot iklan rokok di tv atau total 22.018 detik setiap harinya. Tentunya pihak tv sendiri tidak akan mudah melepas begitu saja pendapatan terbesar mereka ini. Sehingga para pemilik media banyak ikut terjun ke dunia politik. Dengan ini mereka dapat mengatur UU dan regulasi lainnya tentang iklan rokok. Sehingga yang terjadi saat ini adalah iklan rokok hadir di acara yang di mana acara R/BO (Remaja/Bimbingan Orangtua) masih tayang, yakni pukul 21.30 atau bahkan ada yang melanggar jam regulasi yang ada yakni pukul 21.30 hingga 5.00. Dengan ini para produsen rokok dengan mudahnya merasuki anak remaja.
     Hal yang dilakukan para produsen rokok sepertinya membuahkan hasil, yang di mana perokok remaja bertambah. Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dr Sumarjati Arjoso, SKM mengatakan kepada okezone.com bahwa jumlah perokok usia 15 sampai 24 tahun mengalami 19,55 persen. Ini akan menjadi bencana demografi pada tahun 2035. Ia juga menyatakan ini dipengaruhi oleh iklan. Belum lagi bisa didapatkan secara eceran dan harga satuannya pun sangat murah. Tentunya ini mempengaruhi kesehatan remaja di Indonesia dikemudian hari.
     Bahaya bagi perokok remaja adalah mengganggu sistem pertumbuhan mereka. Selain kerusakan fisik, kandungan rokok juga merusak emosional dari remaja. Dari artikel salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan yang ada  di Tasikmalaya (stikes-bth.ac.id), menuliskan bahaya merokok pada usia remaja antara lain mengganggu performa di sekolah. Pada usia remaja tentunya kegiatan fisik sangat ditekankan. Terlebih saat pelajaran olahraga di sekolah, kekuatan fisik remaja yang telah merokok akan menurun dan membuat ia tidak bisa berlari cepat seperti ia dulu sebelum merokok.Â
Dampak selanjutnya ialah perkembangan paru-paru terganggu. Terlebih ia merokok setiap hari dapat membuat sesak napas, batuk terus menerus, dahak berlebihan, dan mudah terkena pilek. Lalu lemahnya sistem imun dari tubuh. Rokok mempengaruhi sistem imun tubuh dan membuat sulit sembuh saat terkena penyakit. Selain itu rokok membuat efek candu, yang membuat perokok pemula pada remaja terus ingin menghisapnya. Ketika ia diminta untuk berhenti merokok, hal yang ditimbulkan seperti depresi, insomnia, mudah marah, dan hal ini membuat menurunnya kinerja remaja saat sekolah.
    Seharusnya pada usia remaja membuat kita aktif dan tidak mudah lelah dalam melakukan apapun. Sehingga membuat sukses diri sendiri dikemudian harinya. Dalam riset yang ditulis Nina Mutmainnah Armando ini, pentingnya pemerintah untuk melihat kembali regulasi dan peraturan perundang-undangan yang ada untuk menyelamatkan generasi bangsa yang bebas rokok. Tentunya ini tidak akan mudah dilakukan, terutama pihak media penyiaran yang pendapatan terbesarnya adalah dari iklan rokok. Ketika regulasi dan peraturan itu diubah maka mereka akan mengalami pengurangan pendapatan.Â
Pemerintah juga seharusnya bisa memilih generasi bangsa yang sehat dan produktif atau pendapatan negara yang besar namun merusak generasi bangsa. Dalam riset ini juga menuliskan penilaian masyarakat di Pojok Kompas tentang media belum ramah kepada anak, namun ramah kepada pemasang iklan. Ini mewakili keberadaan iklan rokok di media penyiaran. Proses pemerintah dalam mempertahankan kesehatan remaja demi masa depan mengalami tarik ulur dalam prosesnya. Sehingga menunjukan posisi pemerintah lebih memilih uang dari pada masa depan remaja yang menurun performanya karena rokok.
Sumber:
Anonim. Indonesia Tertinggal Soal Regulasi Iklan Rokok. Diakses pada 14/9/2017.Â
Kania, Dewi. Menyedihkan! Jumlah Perokok Remaja di Indonesia Meningkat. Diakses pada 14/9/2017.Â