Disariulang dari berbagai Buku dan Tulisan,
oleh Untung HP MSi
(Hipnoterapis Klinis / Medis, http://sites.google.com/site/untunghypnotherapy)
Hipnoterapi tidak mengklaim diri mampu menyembuhkan berbagai penyakit fisik, Hipnoterapi terbukti mampu membuat dan merangsang kekuatan pikiran ke tingkat potensial ter optimalnya dalam menyembuhkan tubuh dan membebaskannya dari penyakit. Pikiran setiap orang terbukti dapat membuat kondisi kesehatannya membaik atau memburuk, tergantung kepada kekuatan pikir seseorang berikut intervensi medis yang telah diterapkan dokter untuk mewujudkan tujuan sembuhnya.
Hipnoterapi dalam prakteknya, memandu pasien untuk mengaktifkan Pikiran Bawah Sadar (PBS) nya, dimana pikiran jenis ini merupakan porsi terbesar dari 2 bagian otak manusia, sebesar 95%, dan jarang digunakan, karena kemampuan memutuskan, menimbang, dan melakukan diproses pada Pikiran Sadar yang porsinya hanya 5%, sementara PBS adalah pelakunya, dan PBS ini bertugas mengatur hormon, suhu tubuh, manajemen nyeri dan rasa sakit, aliran dan tekanan darah, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya yang dapat dipengaruhi oleh obat dan pengobatan modern. Sehingga dalam kondisi hipnosis, seseorang dapat diterapi pada fungsi organ terpenting yang mengatur dan menentukan sehat atau sakitnya tubuh.
Lebih jauh jika kembali ke definisi sakit atau penyakit dalam istilah medis (kedokteran), khususnya pada disiplin psikologi kesehatan, kita ketahui bahwa terdapat 3 teori utama mengenai apa yang dimaksud dengan penyakit atau sakit itu sendiri, maka hipnoterapi adalah sangat-sangat baik dan bermanfaat untuk kesehatan dan kesembuhan.
Teori Bio Medis, melihat penyakit sebagai kondisi terganggunya stabilitas sistem tubuh secara sementara, teori ini melihat manifestasi fisik penyakit sama sekali terpisah dari fungsi pikiran, perasaan (emosi) atau mental seseorang.
Teori Bio-Psiko-Sosial, melihat penyakit disamping sebagai masalah fisiologis juga memiliki unsur sosial, perilaku dan psikologi (mental, emosi, pikiran) sebagai komponennya. Teori ini juga disebut teori Multi Faktor. Asumsi dasar teori ini adalah pikiran dan tubuh sama-sama menentukan kesehatan (Edelmann (2000)). Jika teori sebelumnya (Bio Medis) membuat diagnosa dokter dan pakar pengobatan modern berawal dan berhenti pada analisa biokimia manifestasi penyakit itu sendiri, maka teori Bio Psiko Sosial mengenai penyakit ini membuat pakar medis mempertimbangkan fungsi pikiran, emosi, mental, perilaku, situasi (tingkat stress), lingkungan sebagai sebuah proses menentukan bagi kesehatan tubuh dan munculnya berbagai jenis penyakit, karena seluruh faktor tadi terbukti nyata berproses melalui komunikasi jaringan tubuh yang menggunakan biokimia tertentu. Hal ini diketahui dan terbukti secara ilmiah dan medis setelah penelitian dilakukan terhadap neuropeptida dan reseptornya; sebuah senyawa yang ternyata tidak hanya terdapat di otak saja akan tetapi tersebar merata diseluruh jaringan tubuh dan ternyata merupakan cairan biokimia yang mewakili emosi (perasaan), dan ternyata emosi merupakan penghubung antara materi (tubuh, jaringan tubuh) dengan pikiran, dan biokimia ini (neuropeptida dan reseptornya) secara konstan dan tetap berkomunikasi dengan system kekebalan tubuh. (Pert, 1997). Fakta ini membuat banyak dokter, spesialis dan pakar medis yang akhirnya menerapkan pendekatan yang integratif dan holistik dalam menangani kasus-kasus penyakit. Apalagi pengertian dan teori penyakit ini, menguatkan peran dan manfaat yang sangat baik untuk menggunakan hipnoterapi sebagai terapi pelengkap bagi kesehatan tubuh dan kesembuhan dari penyakit.
Teori ketiga mengenai Penyakit adalah Teori Psiko Neuro Imunologi, yang sekarang bahkan menjadi disiplin medis tersendiri dalam dunia akademi kedokteran. Teori ini memosisikan penyakit sebagai sesuatu yang harus disembuhkan melalui program pengobatan pikiran dan tubuh. Secara mendasar bagi teori ini, penyakit akan dapat ditanggulangi dan dicegah dengan kemapanan dan keterujian penjelasan terhadap hubungan-hubungan yang mungkin terdapat diantara pikiran, neuro-endokrin, dan system kekebalan tubuh. Dan dalam ini, penyakit dapat dipahami sebagai fakta terjadinya perubahan perilaku sebagai dampak perubahan imunitas tubuh yang disebabkan interaksi di antara endokrin, syaraf dan system kekebalan tubuh. (Cohen & Kehrl, 1997).
Tingkat Stress merupakan sebuah unit analisa yang terpenting dalam teori penyakit PNI ini, karena memang secara ilmiah stress telah terbukti menjadi sebuah peristiwa yang melibatkan endokrin, syaraf dan sistem kekebalan tubuh dalam prosesnya mengganggu stabilitas kesehatan tubuh dan mendorong terbentuknya penyakit tertentu. Penelitian yang telah pernah dilakukan, menunjukkan bahwa stress membuat ekskresi berlebihan Hormon Adreno-Kortikal yang mana hormon ini menghambat dan menekan fungsi optimal dari sistem kekebalan tubuh. (Ader & Cohen, 1975).
Kebanyakan penelitian yang berkaitan dengan stres mengacu pada karya terkenal Hans Selye dimana ia menggambarkan stres sebagai "respon non-spesifik dari tubuh terhadap setiap permintaan yang ditujukan padanya." (Selye, 1955). Ini adalah fokus fisiologis terhadap stres, yang menyatakan bahwa ketika mengalami stress, keseimbangan tubuh diubah dan tubuh bereaksi dengan mengeluarkan energi untuk mengembalikan keseimbangan (Rice, 1998). Selye mengusulkan teori "sindrom adaptasi umum" yang menggambarkan respon stres yang terjadi dalam tiga tahap yang mungkin, yaitu: tahap peringatan, dimana tubuh melakukan mobilisasi sendiri dengan meningkatkan adrenalin, detak jantung dan pernapasan; lalu tahap perlawanan dimana tubuh berusaha untuk mengatasi atau menyesuaikan diri dengan stressor atau sumber stress, dan akhirnya, tahap kelelahan di mana resource atau sumber daya tubuh fisik menjadi habis dalam menghadapi stres terus-menerus (Barlow & Durand, 1999).
Sebuah gambaran umum stress secara fisiologis melibatkan interaksi kompleks antara otak (syaraf), endokrin dan sistem kekebalan tubuh. Rice (1998) mengacu pada tiga bagian penting dalam otak yang terlibat dalam merespon stress, yaitu; otak belakang (termasuk medula, pons dan otak kecil) yang bertanggung jawab untuk fungsi-fungsi otomatis tubuh seperti tidur, gairah, jantung dan fungsi pernapasan fungsi, lalu, otak visceral (termasuk thalamus, hipotalamus, hipofisis dan bagian dari sistem limbik) yang menafsirkan rangsangan dan mekanisme Fight and Fly, lalu yang terakhir Sistem Syaraf Otonom yang mengontrol kegiatan jantung, tekanan darah, pencernaan dan fungsi lainnya dari usus.
Adapun proses yang melibatkan sistem endokrin ketika bereaksi merespon stress melibatkan aktivasi hormonal dua poros utama yaitu; Simpatik-Adrenal Medula (SAM) yang merupakan poros pertama yang merespon stres dengan melepaskan epinefrin dan norepinefrin, diikuti dengan pelepasan glukokortikoid dalam upaya mengembalikan keseimbangan (Rice, 1998). Dalam kondisi stres kronis seperti ketidak mampuan bergerak (imobilisasi), depresi dan tidak berdaya, maka korteks Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (HPA) diaktifkan. Proses respon stres dimulai dengan mensekresi atau mengeluarkan faktor hipotalamus Corticotropin (CRF), yang merangsang pelepasan hormon AdrenoKortikoTropik (ACTH) dan hormon lain dari hipofisis anterior, yang pada gilirannya membuat Glukokortikoid terlepas aktif dari Korteks Adrenal. Informasi dimasukkan kembali ke hipotalamus dan lalu tergantung pada kemampuan individu untuk mengatasi rangsangan stress atau ketika stres itu sendiri mereda, maka sistem pengaturan kembali ke normal.
Adapun glukokortikoid berfungsi menyediakan energi tambahan untuk kontrol dan pengendalian tekanan darah tubuh, peradangan, pengaturan kondisi kekebalan dan alergi. Kelebihan produksi hormon ini merusak sel-sel syaraf hippocampal yang diyakini mengontrol memori atau kenangan emosional kita (Barlow & Durand, 1999), dan juga menekan fungsi sistem kekebalan tubuh (Glaser, Sheridan, Malarkey, MacCallum, & Kiecolt- Glaser, 2000; Moore & Spiegel, 2000; Senior, 2001).
Imunosupresi mungkin merupakan efek langsung maupun tidak langsung dari stres. Dengan perkataan lain, terdapat jalur langsung antara sistem saraf tubuh dengan sistem kekebalan tubuh, dimana respon terhadap situasi stress dapat menyebabkan tubuh menekan aktivitas kekebalan tubuh oleh sebab kelebihan produksi dan pelepasan kortisol dan glukokortikoid, atau, memang sebuah jalur tidak langsung yang menghubungkan antara sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh melalui sekresi hormon menyebabkan respon kekebalan tubuh tertekan/terhambat (immuno-supresif). Misalnya, sebagai akibat dari penafsiran terhadap sebuah situasi yang berpotensi berbahaya atau membahayakan, otak mungkin akan merespon dengan mengeluarkan beta-endorfin (salah satu jenis neuropeptida) yang memiliki reseptor pada limfosit. Peptida tersebut diketahui memiliki kemampuan menekan fungsi kekebalan tubuh (Brannon & Feist, 1997). Mekanisme yang terakhir menunjukkan bahwa otak mungkin memang mempengaruhi respon imun. Eysenck (1988) setelah mempelajari banyak hasil riset, dalam penelitiannya sendiri menyimpulkan bahwa mekanisme stress akut mengaktifkan kortisol secara berlebihan dalam tubuh dan menekan hambat fungsi sistem kekebalan tubuh yang meningkatkan resiko terbentuknya penyakit kanker.
Hipnoterapi telah cukup lama diterapkan dalam menangani berbagai jenis penyakit medis, sebagai bagian dari ikhtiar sehat dan sembuh pasien-pasien dokter dan pakar medis di seluruh dunia. Hipnoterapi sebagai terapi komplementer intervensi medis, dari banyak catatan praktik yang dibukukan telah digunakan untuk menangani penyakit-penyakit berikut; Kategori Penyakit Sistem Syaraf Otonom (Hipertensi, Stres, Jantung, Jumlah Sel Darah, Sakit Kepala, Vertigo, Stroke), Kategori Penyakit Endokrin atau Metabolisme (Diabetes, Usus dan Pencernaan, Maag, Menstruasi, Menopause, Ginjal, dan Tyrotoksik), lalu Kategori Penyakit Sistem Kekebalan Tubuh (Dingin, Asam Urat, Rematik, Astma, Multipel Sclerosis, Jerawat, Bisul dan Kanker).
Hipnoterapi adalah teknik terapi natural, sehingga tidak memiliki efek samping, tak ada satu unsur asing atau luar tubuh pun yang dimasukkan ke dalam tubuh, sebaliknya jika dikombinasi dengan obat-obatan dari dokter akan membuat proses penyembuhan lebih efektif dan efisien.
Hipnoterapi telah lama diterapkan sebagai terapi pelengkap medikasi yang dilakukan dokter dan spesialis, untuk mempercepat kesembuhan dan mempermanenkan kesehatan, karena dalam Hipnoterapi juga terdapat teknik anti relapse atau anti kambuh yang membuat intervensi medis yang dilakukan oleh dokter ketika dikombinasi dengan hipnoterapi akan mempermanenkan kesehatan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan hipnosis sebagai terapi kesehatan, terbukti memiliki fungsi kinerja otak kanan dan otak kiri yang lebih stabil dan seimbang. Otak kanan terhubung langsung dengan Sistem Syaraf Otonom yang mengatur tekanan darah, detak jantung, pernafasan, dan pencernaan.
Jadi, sebenarnya Hipnoterapi sangat membantu dan efektif untuk kesehatan dan kesembuhan.
Referensi/Bahan Bacaan:
Barlow, D.H. and Durand, V.M. (1999). Abnormal Psychology: an integrative approach. 2nd Ed. Pacific Grove: Brooks/Cole.
American Health Institute, 1995. Chapter One: Psychoneuroimmunology & Cancer: The Power of the Mind in Getting Well. Retrieved from World Wide Web http://www.ahealth.com/chp1c.html#c1j, October, 15th 2002.
Cohen, N. & Kehrl, H. (1997). Psychoneuroimmunology. Environmental Health Perspectives Supplements, 105 (2) 527-532.
Edelmann, R.J. (2000). Psychosocial aspects of the health-care process. Edinburgh: Prentice Hall.
Pert, C.B. (1997). Molecules of Emotion: why you feel the way you feel. London: Simon & Schuster.
Rice, P.L. (19 98). Stress and health (2nd Ed.). California: Brookes/Cole.
Selye, H. (1955). Stress and Disease. Science, 122, 625-631
Ader, R & Cohen, N (1975). Behaviorally conditioned immunosupression. Psychosomatic Medicine,(37) 333-340.
Glaser, R., Sheridan, J., Malarkey, W.B., MacCallum, R.C., & Kiecolt-Glaser, J.K (2000). Chronic stress modulates the immune response to a pneumococcal pneumonia vaccine. Journal of PsychosomaticMedicine, 62 (6), 804-807.
Moore, R.J. and Spiegel, D. (2000). Uses of guided imagery for pain control by African-american and white women with metastatic breast cancer. Pub-Med 2(2): 11 5-126.
Senior, K. (2001). Should stress carry a health warning? Lancet, 357 (9250), 126.
Brannon, L & Feist, J (1996). Health Psychology: An introduction to behaviour and health. California:Brooks/Cole.
Eysenck, H.J. (1988). Health’s character. Psychology Today (December), 22, 28 -35
GUIDED IMAGERY AS TREATMENT FOR ANXIETY AND DEPRESSION IN BREAST CANCER PATIENTS:A PILOT STUDY By Lynne Campbell-Gillies.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H