Oleh: Mona Fatnia Mamonto, S.Pd
Dalam keluarga pastinya memiliki harapan dan visi-misi sejalan sesuai dengan apa yang diharapkan, terlebih keharmonisan yang diinginkan pun adalah kebahagiaan yang dituju atas dasar ibadah kepada sang pencipta serta tempat dimana terbangunnya komunikasi antar ayah, ibu dan anak-anak yang merupakan sumber pendidikan utama keluarga, baik untuk mempelajari hal-hal mendasar sampai pada tingkat yang sulit. Namun apa jadinya bila keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat ini berubah menjadi malapetaka yang berakhir pada kekerasan tak berkesudahan, lalu ketahanan keluarga bagaimana yang diharapkan bila pun kekompakan tak mampu menjamin keharmonisan.
Masalah Yang Terus Mengakar
Berbicara perihal KDRT layaknya benalu yang terus merambat kesana-kemari, mencari tempat baru untuk di hinggapi hingga akhirnya tanaman itu mati lalu benalu pergi mencari kembali. Sadarkah kita akan racun ini, yang kiranya setiap tahun memakan korban jiwa berlebih dengan berbagai kasus yang terjadi.
Dalam fakta yang ada pun, seringnya KDRT menjadi alasan bagi pelaku untuk menyelesaikan problem yang dirasa tak akan puas ketika hanya dirasakan sendiri. Ini pun selaras dengan berbagai kasus, misalnya kasus KDRT secara psikis tanpa pukulan yang dialami oleh pablic figure ibu kota dengan kekerasan psikis yang dilakukan oleh suaminya selama 2 tahun, sebabnya pun pada penelantaran yang dilakukan oleh suaminya, tidak dinafkahi baik lahir atau batin, tidak diakui sampai disembunyikan sebagai seorang istri. (suara.com, 26-07-2023).
Kasus seperti ini justru fatal akibatnya, sebab di istilahkan sakit tanpa menyentuh yang sulit untuk dilihat, fokusnya pun ke umpatan, cacian penghinaan, marah sampai pada merendahkan. Dampaknya pun mulai dari terganggunya psikosomatis, lambung akut, dispepsia dan berbagai macam-macam penyakit sesak.
Fakta lain yang lebih mencenangkan lagi adalah kasus KDRT yang dialami oleh seorang istri di India, wanita ini histeris kesakitan setelah suaminya menyiraminya dengan cairan asam ke bagian organ intimnya, sebabnya pun bukan terkait masalah uang namun sang istri menolak untuk berhubungan suami istri. Akibatnya wanita ini mengalami luka bakar yang cukup serius. (grid.id, 01-08-2023).
Melihat kedua fakta diatas, tentu ini merupakan masalah mendasar yang terus terjadi di ruang lingkup keluarga, korbannya pun rata-rata adalah wanita. Kekerasan suami kepada istrinya tak pernah henti, bagai buaya yang terus menanti buruannya setiap saat. Yang lebih parahnya lagi, para suami kerap kali melontarkan pukulan, cacian sampai tindakan gila didepan banyak orang yang rasa malu pun tak terukur, sampai-sampai teman hidup pun yang katanya sehidup semati nyatanya dibuat mati didepan umum.