Mohon tunggu...
Mona Fatnia
Mona Fatnia Mohon Tunggu... Lainnya - writer opinion

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ #La Tahzan Innallah Ma'anna #Bermanfaatuntuksesama #Rahmatanlillallamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Seruan Pemenuhan Gizi Keluarga di Tengah Ancaman Kemiskinan Bukti Tidak Adanya Empati

5 November 2022   12:53 Diperbarui: 5 November 2022   13:00 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Mona Fatnia Mamonto, S.Pd

Dalam setiap Negara, tentu hal yang diutamakan oleh pemerintahnya adalah kondisi dari pada masyarakatnya, mulai dari masalah Ekonomi, Sosial, Politik ,sampai pada Kesehatan yang menjadi hal utama, terutama pada kondisi Kesehatan, sebab ketika Kesehatan dari masyarakat lumpuh tentu ekonomi tidak akan berjalan, begitupun dengan kondisi sosial masyarakatnya. Bukan begitu yang kita lihat hari ini, ketika kebijakan yang mengarah pada kemunculan ketidakadilan membuat rakyat tak mampu menangung beban yang diberikan.

Seperti halnya pernyataan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menekankan pentingnya pemenuhan,  guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependuduk, Agus Suprapto mengatakan, perilaku hidup bersih dan sehat perlu ditunjang dengan pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi yang optimal, maupun dengan asupan bergizi seimbang yang diharapkan daya tahan tubuh keluarga, khususnya anak-anak akan dapat terjaga dengan baik. "Mengingat kondisi cuaca yang tidak menentu maka dikhawatirkan anak-anak mudah terserang penyakit sehingga daya tahan tubuhnya harus dijaga melalui asupan gizi seimbang",  karenannya pemenuhan gizi keluarga perlu memperhatikan kandungan makronutrien, seperti karbohidrat, protein dan lemak, seperti vitamin dan mineral serta air. (Republika).

LINGKARAN KEMISKINAN

Kemiskinan masih menjadi problem utama di Indonesia yang belum terselesaikan hingga kini, terlebih ditengah naiknya berbagai harga sembako pasca pandemic, dikutip dari laman resmi Kompas, Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.

Menurut Peneliti IDEAS bidang Ekonomi Makro Askar Muhammad, kemiskinan tak bisa dikurangi hanya dengan Bansos, ia pun menambahkan, pada 2020 realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional atau PEN perlindungan sosial mencapai Rp 216,6 triliun, maka APBN 2021 alokasinya turun menjadi Rp 184,5 triliun. Terkini, pada RAPBN 2022 hanya direncanakan Rp 153,7 triliun. (Kompas).

Badan Pusat Statistik  mencatat jumlah penduduk miskin mencapai angka 26,16 juta orang atau 9,54% dari total keseluruhan jumlah penduduk Indonesia pada Maret 2022. Persentase dan jumlah penduduk miskin menurut pulau, yakni Sumatra (5,74 juta orang), Jawa (13,85 juta), Bali dan Nusa Tenggara (2,07 juta), Kalimantan (980 ribu), Sulawesi (2,01 juta), serta Maluku dan Papua (1,51 juta). Sedangkan berdasarkan provinsi, Jawa Timur adalah provinsi urutan teratas yang berpenduduk miskin terbanyak di Indonesia, yakni 4,181 juta orang.

Ini pun sejalan dengan pernyataan dari World Population Review, saat ini Indonesia menduduki posisi ke-73 negara termiskin di dunia dengan pendapatan nasional bruto (PNB) hanya US$3.870 atau sekitar Rp58 juta per kapita pada 2020. Sedangkan berdasarkan produk domestik bruto (PDB) dan purchasing power parity (PPP), sebagaimana dipublikasikan gfmag.com, pada 2022 kita merupakan negara termiskin nomor 91 di dunia. Potret kemiskinan Indonesia makin kelam pascaperubahan batas garis kemiskinan oleh Bank Dunia. Akibatnya, muncul 13 juta warga miskin baru. (Muslimah).

Hal ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah terkait pemenuhan gizi bagi rakyat bukan ? tentu dengan dalih yang ada, pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dalam rangka mendorong masyarakat untuk mengutamakan paradigma sehat yang promotif dan preventif dengan mencanangkan pemenuhan gizi bagi masyarakat sehingga bisa mendapatkan gizi yang baik melalui makanan dan pola hidup yang sehat. Namun demikian, fakta dilapangan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada, justru malah menghasilkan masalah baru dalam kelompok masyakarat,  apalagi kondisi masyarakat hari ini susah untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari sandang, pangan dan papan, untuk memenuhi gizi dalam kesehariannya mustahil tercapai.

Demikian juga pada pemenuhan kebutuhan rumah tangga, pasca covid-19 yang memukul telak perekonomian masyarakat, dengan diputusnya hak kerja oleh sebagian perusahaan untuk mengurangi beban upah yang ditanggung oleh perusahaan yang ada, sama halnya dengan kondisi yang ada, kalangan atas memperlihatkan sifat hedonisme yang cukup tinggi, hal inilah yang memunculkan ketimpangan sosial pada masyarakat ekonomi dibawah, para pejabat, artis, influencer sampai pada youtuber yang memamerkan kekayaan ditengah kondisi masyarakat yang susah, dengan sendirinya bisa memunculkan kecemburuan sosial.

Problem kemiskinan tidak akan teratasi, meski dari pemerintah sendiri mencanangkan  program-program semisal , posyandu, lansia, remaja, serta bayi dan balita; juga BLT, PKH, dan program lain penuntas masalah, yang difungsikan sebagai sarana oleh pemerintah untuk menyalurkan berbagai program berjudul "bantuan". Akan tetapi, sejauh mana program tersebut mampu menjangkau kebutuhan masyarakat individu per individu?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun