Mohon tunggu...
Mona Lumban Gaol
Mona Lumban Gaol Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Palangka Raya

Pecinta kucing

Selanjutnya

Tutup

Financial

Indonesia Tinggalkan Dolar, Bagaimana Tanggapan BI?

10 Oktober 2023   22:26 Diperbarui: 10 Oktober 2023   22:38 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dolar adalah alat tukar yang digunakan dalam perdagangan luar negeri. Alat tukar  menjadi tolok ukur perbaikan perekonomian. Namun pada saat negara Indonesia akan meninggalkan mata uang  Paman Sam tersebut, de-dolarisasi yang dilakukan negara Indonesia merupakan "tren" untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang tersebut. Tiongkok dan Rusia adalah negara perintis yang berupaya mengurangi  ketergantungan mereka pada dolar setidaknya 40%.

Dolar AS telah menjadi tolok ukur perekonomian global karena beberapa faktor utama yang memperkuat posisinya sebagai mata uang dominan dalam perdagangan internasional dan keuangan global. Pertama, Amerika Serikat memiliki perekonomian yang besar dan stabil, didukung oleh sistem politik yang kuat, lembaga keuangan yang berkualitas, dan tingkat inflasi yang relatif rendah. Stabilitas ini memberikan keyakinan dunia bahwa dolar merupakan mata uang yang aman  digunakan dalam transaksi internasional. Selain itu, likuiditas dolar yang tinggi memfasilitasi penerimaan dan perdagangannya di pasar global. Selain itu, Amerika Serikat merupakan pusat keuangan global, dengan Wall Street menjadi salah satu pusat keuangan terbesar di dunia, menjadikan dolar sebagai mata uang yang sangat penting dalam perdagangan saham, obligasi, obligasi, voucher, dan barang. Banyak negara dan lembaga keuangan juga menyimpan cadangan devisa dalam dolar karena stabilitasnya. Selain itu, Amerika Serikat mempunyai peranan penting dalam perdagangan global dan mata uangnya sering digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi internasional. Terakhir, kebijakan moneter yang diterapkan oleh Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat, mempunyai dampak signifikan terhadap nilai dolar, yang kemudian mempengaruhi perekonomian global. Selama bertahun-tahun, status dolar AS sebagai tolok ukur perekonomian global telah menunjukkan pengaruhnya yang luas dan dominan. Indonesia meninggalkan dolar AS sebagai patokan  ekonomi karena menginginkan kontrol yang lebih baik terhadap kebijakan moneter dan nilai tukar.

Langkah tersebut merupakan upaya untuk lebih mandiri dalam mengelola perekonomian negara tanpa terlalu bergantung pada mata uang asing, sehingga kebijakan perekonomian dapat disesuaikan dengan kondisi nasional. Dengan cara ini, Indonesia berupaya mencapai stabilitas perekonomian yang lebih baik dan mengendalikan inflasi serta nilai tukar rupiah sesuai dengan kebutuhan dan tujuan nasional. Jika Indonesia meninggalkan dolar AS sebagai patokan perekonomiannya, hal ini akan berdampak signifikan dalam beberapa hal. Pertama, perubahan tersebut dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar dan mata uang asing lainnya, sehingga dapat mempengaruhi harga impor dan ekspor serta investasi asing di Indonesia. Kedua, perubahan ini  memerlukan infrastruktur keuangan yang lebih kuat dan  mandiri, termasuk pengembangan sistem perbankan dan keuangan  yang lebih kuat untuk mendukung Rupiah sebagai tolok ukur perekonomian nasional. Ketiga, Indonesia  perlu menjaga stabilitas perekonomian dan mengelola kebijakan moneternya secara efektif untuk menghindari volatilitas mata uang yang berlebihan dan potensi risiko inflasi. Pada akhirnya, transisi ini  memerlukan waktu dan upaya yang signifikan untuk memastikan bahwa semua pihak, termasuk dunia usaha dan lembaga keuangan, dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Keputusan untuk meninggalkan dolar akan berdampak besar terhadap pengelolaan perekonomian Indonesia, dan  memerlukan perencanaan  dan implementasi yang matang untuk meminimalkan risiko dan mencapai stabilitas perekonomian sesuai keinginan.

Lalu bagaimana tanggapan  Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga moneter di Indonesia? 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui  saat ini Indonesia termasuk  negara yang  mulai  meninggalkan dolar AS atau melakukan dedolarisasi. Perry menjelaskan''transaksi dengan negara mitra perdagangan dan investasi dengan menggunakan mata uang lokal atau transaksi mata uang lokal (LCT) merupakan salah satu upaya Indonesia untuk melakukan dedolarisasi. Pengurangan itu dilakukan dalam bentuk LCT yang disebut diversifikasi ''ujarnya (Kutipan dari YouTube Bank Indonesia, 18 April 2023). Aksi de-dolarisasi ini rupanya juga diikuti oleh beberapa negara ASEAN, alasan yang paling masuk akal adalah ingin mewujudkan perekonomian yang mandiri tanpa adanya tekanan dari negara lain. Jika Bank Indonesia memutuskan untuk tidak menggunakan dolar AS sebagai patokan perekonomian Indonesia, hal ini akan berdampak signifikan.Pertama, perubahan ini dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap dolar dan mata uang asing lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi harga impor dan ekspor serta investasi asing di Indonesia. Dampak ini juga dapat dirasakan oleh perusahaan dan pengusaha yang melakukan transaksi internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun