Banyak orang yang menantikan, sebuah kejutan baru di awal tahun 2025. Â Kejutan-kejutan dimaksud, adalah kejutan politik, yang diharapkan menjadi momentum untuk kebangkitan bangsa Indonesia ke depan.Â
Adalah menjadi sesuatu hal yang wajar, manakala, sebagian besar dari kita mengharapkan hadirnya sebuah kejutan-kejutan politik, policy atau sejenisnya, yang bisa memberikan harapan besar kepada seluruh rakyat Indonesia. Walau demikian pula, mungkin adalah wajar dan alamiah, manakala, hanya segelintir orang yang peduli dengan kejutan itu, dan atau malah hanya segelintir orang yang tidak menantikan kejutan itu. Proporsi dan sikapnya adalah bagian dari sikap politik terhadap kondisi dan masa depan bangsa Indonesia.
Untuk kita, yang merasakan kesadaran serupa ini, atau untuk kita yang bermaksud untuk mencermati kondisi ini, masih layak untuk mengajukan kejutan apa yang terjadi hari ini dan kedepan ?
Pertama, sikap kritis dari masyarakat sipil dianggap sebagai bukti-ketidakmampuan sebagian diantara kita yang gagal move-on. Kritikan ini, dilayangkannya dengan maksud untuk memberikan deskripsi kepada orang-orang yang masih melakukan komentar dan tanggapan terhadap kondisi dan praktek politik di masa lalu, yang kebetulan dalam posisinya sebagai kelompok yang kalah dalam pilkada atau pilpres.Â
Kelompok pemenang, dengan gagah berani mengatakan bahwa kelompok itu sebagai kelompok yang gagal move-on, dan masih sakit hati oleh situasi dan kondisi masa lalunya.
Dalam waktu yang bersamaan, anomalia kebijakan atau sikap politik, seperti penegakkan hukum yang tidak adil (misalnya yang korupsi 300 T, hanya dihukum 6,5 tahun) menjadi peluru-tajam untuk menjelaskan adanya ketidaksadaran sebagian elit politik atau masyarakat terhadap kondisi bangsa Indonesia ini. Sehingga dengan demikian, "gagal move-on dari ketidaksadaran terhadap kondisi ril bangsa Indonesia, jauh lebih buruk daripada gagal move-on dari  kegagalan politik".Â
Itulah, kejutan yang mendasar dalam kehidupan kita. Artinya, kita kaget, gusar, dan bisa jadi khawatir banget, bila memang bangsa kita, gagal sadar terhadap realitas ! Apapun makna dan referensi kerealitasan itu, namun gagal move terhadap realitas dan tantangan realitas, adalah tantangan besar bagi masa depan bangsa kita.
Kedua, program kerja dalam 100 tahun, yang belum sesuai dengan 100% harapan warga Indonesia. Rasa-rasanya, budaya politik kita tidak memiliki tradisi kuat, untuk mewujudkan program 100 hari. Rasanya tidak ada kewajiban serupa ini. Elit politik kita paham dan tahu diri, bahkan yang menjadi budaya elit politik kita hari ini, dan selama ini, kewajiban mewujudkan visi misi itu, ya ...5 tahun.
Maksud kita, (1) belum ada tradisi, khususnya dalam janji kampanye yang secara tertulis dicanangkan, untuk memberikan pertanggungjawaban politik dalam 100 hari pertama kerja, (2) pertanggungjawaban politik pejabat negara adalah 5 tahunan. Oleh karena itu, dugaan besar kita hari ini, adalah kejutan dalam 100 hari pertama, adalah 100% belum sesuai dengan harapan bangsa Indonesia.Â
Ketiga, drama politik yang melibatkan elit politik dan KPK, banyak diyakini tidak akan mengubah 'delik hukum'. Hal yang mungkin terjadi, lebih ke arah 'delik politik' atau drama politik di negeri kita. Hangat atau panasanya drama politik itu, lebih banyak terjadi di wilayah itu, dan bukan dalam persoalan hukum-murni. Sehubungan hal itu, maka kejutan untuk konteks ini pun, diyakinkan tidak akan mengejutkan proses penegakkan hukum, melainkan lebih mengarah pada drama dan delik politik bangsa Indonesia di masa depan.
Selaras dengan rangkaian asumsi dan dugaan kita ini, dapat disimpulkan, kejutan politik di awal tahun ini, sejatinya tidaklah akan mengejutkan, apalagi akan menjadi bom-waktu. Kendati demikian, benih-benih menghangatnya atmosfer politik, adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, namun tetap akan menjadi bagian dari proses demokratisasi belaka.