Krisis pendidikan di era sekarang ini, kadang muncul sikap 'kurang ikhlas'. Orangtua ada yang kurang ikhlas, melihat anak kesayangannya di'sanksi oleh pihak sekolah. Jangankan untuk meluruskan karakter atau akhlak sang anak, untuk sekedar menegur karena kesiangan saja, orangtua kerap kali membela habis-habisan anaknya, dan menyalahkan pihak sekolah karena memberi tugas yang kemudian menyebabkan anaknya tidur larut malam, dan berdampak pada bangun kesiangan.
Orangtua milenial dan masa kini, kadang lebih senang menyalahkan pihak guru dan sekolah, daripada mengoreksi pola perlakuan dirinya kepada anaknya di rumah. Â Pihak orangtua, kerap menunjukkan seakan tidak percaya dan tidak rela, bila pihak sekolah menerapkan pendekatan pendisiplinan dalam proses didik dan pembinaan di sekolah. Padahal, sejatinya, transaksi dunia pendidikan itu harus ada saling percaya dan iklas untuk menitipkan amanah dimaksud.
Konsep ketiga, yaitu T atau  tawakal. Sebagai orang beriman, atau beragama, selepas kita mengikhlaskan proses pendidikan kepada pihak yang berwenang, maka marilah kita sebagai orangtua untuk bersikap tawakal, yaitu memasrahkan urusan diluar kendali kemanusiaan itu, kepada Allah Swt.
Dalam kata 'TITIP' ini ada I yang kedua, yakni ikhtiar. Sang pengkhotbah saat itu mengatakan, "marilah kita mengikhtiari anak kita, dengan apapun yang bisa kita lakukan, demi masa depan anak kita..". Yang terbiasa dengan shaum, niatkan "Ya Allah, aku mengiktiari masa depan anakku dengan shaum ini..". Yang bisa melakukan ibadah sunnah, lakukan ibadah sunnah sembari doa, "YA, Allah, aku ibadah sunnah karena-Mu, sembari mengikhtiari anakku supaya menjadi orang yang soleh...", dan lain sebagainya.
Lakukanlah ikhtiar bathi atau ruhani, untuk masa depan anak kita. Biarkan, urusan pengetahuan, keterampilan dan karakter menjadi urusan guru di lembaga pendidikan, sedangkan urusan bathin dan ruhaninya, mari kita sama-sama meng-ikhtiarinya. Lakukan amalan keseharian kita secara sempurna kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau Allah Swt sembari menitipkan doa untuk masa depan anak-anak kita.
Terakhir, percayalah (P). Percayalah, bahwa guru-guru yang kita amanahi anak kita, akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Percayalah dan percayakanlah kepada lembaga pendidikan mengenai apa yang menjadi kewenangannya. Percayakanlah kepada mereka untuk memperbaiki kemandirian dan kematangan anak-anak kita, melalui lembaga pendidikan kita.
Sikap percaya dan kepercayaan ini, tentunya, bukanlah kepercayaan yang buta dan bodong. Lantunkan doa, percayakanlah kepada Allah Swt, semoga Allah memberikan kekuatan kepada para guru untuk membimbing anak-anak kita, dan kita tumaninah menjalankan profesi di rumah dengan sebaik-baiknya.
-o0o-
disclaimer : kendati konsep ini merujuk Pahruroji M. Bukhori, namun pemaparan dan penjelasannya lebih bersifat pribadi penulis !Â