Sekedar contoh kecil, ada barang tambang yang dikelola ormas A, kemudian kita adalah anggota ormas B, atau tidak masuk pada ormas tertentu. Bisakah kita melamar pekerjaan kepada industri yang dikelola oleh ormas yang mengibarkan bendera ormas ? Bila kita gagal dalam menyelesaikan masalah ini, konflik horisontal di tengah masyarakat, akan muncul dengan pola diskriminasi organisasi, terkait dengan penerimaan lapangan kerja. Karena bisa jadi, bila ada kader ormas A, walaupun memiliki kualifikasi lebih rendah dari si B dari ormas B, pimpinan ormas di perusahana itu, akan berpikir dua kali untuk melakukan seleksi objektif dan profesional.Â
Bila hal itu terjadilah, jadilah, nalar ormas akan kembali dipertaruhkan, dan kredibilitasnya pun bisa dipertanyakan !!
Keempat, dengan tes ombak hari ini saja, wacana tambang di serahkan ke ormas, sebagian ormas sudah mulai tiarap, dan tidak menunjukkan sikap mandiri dan kritis terhadap kebijakan tersebut. Hal ini menggambarkan, bahwa nalar kritis ormas sedang ada di ambang ketumpulan di hadapan kue yang sedang disajikan di meja makan.
Dari sejumlah anomalia dan potensi anomalia tersebut, masyarakat kita masih beruntung diteman oleh sejumlah ormas yang menolak gagasan itu. Kita berharap besar, Muhammadiyha, KWI dan PGI yang sudah memberikan konfirmasi penggodogan secara matang terkait dengan karpet merah pemerintah terhadap ormas, dalam mengelola tambang ini, dapat melahirkan keputusan yang tepat dan rasional demi masa depan Indonesia, dan kesehatan nalar ormas itu sendiri.Â
Dengan hadirnya sikap kehati-hatian itu, menunjukkan, masih ada, ormas yang memiliki nalar sehat sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, dan tidak menjadi organisasi pertambangan penguasa ! Sikap kritis dari ormas yang menolak tersebut
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI