Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Tes Ombak Nalar Ormas

8 Juni 2024   05:35 Diperbarui: 8 Juni 2024   05:47 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pribadi, bing.com

Wacana tambang di kelola oleh Organisasi Kemasyarakatan, dapatlah disebut sebagai tes ombak nalar ormas. Uji kredibilitas dan rasionalitas ormas di Indonesia, menjadi taruhannya. 

Gagasan ini menyimpan nalar popularitas, tetapi ada sisi 'gelap' yang mesti diterangkan, sehingga benar-benar mampu memberikan manfaat yang terbaik bagi masa depan Indonesia, dan juga pertambangan di negeri ini.

Apa yang dimaksud dengan sisi gelapnya ?

Pertama, kita semua paham, bahwa banyak kader ormas berkualitas dengan latar belakang keilmuan yang bisa saja relevan dengan pengelolaan atau manajemen pertambangan. Itu tentunya, sulit dibantah. Insinyiur, doktor, atau profesor pertambangan banyak yang menjadi kader dari sebuah organisasi kemasyarakatan. 

Soalan yang perlu diajukannya, adalah "apakah keprofesionalannya mereka itu, disiapkan untuk konteks praktis di sebuah perusahaan tambang ?"  Rasanya, akan sulit untuk menjawab soalan ini. Sebab, bila sudah terbiasa diindustri pertambangan, tentunya mereka-mereka itu ada sudah kerja di bidangnya, dan bila masih akademisi, maka mau tidak mau, di akan akan mengalami tantangan penyesuaian pola kerja dan budaya yang sangat 'keras'.

Sebagai ilustrasi saja. Selama ini, akademisi dalam bidang spesifik, yang tumbuhkembang di kampus atau di ormas, kebanyakannya adalah didudukkan pada posisi Direktur Utama, bukan sisi operasional dan teknis. Tidak lebih dari itu, dan tidak banyak bidang kerjaan lainnya. 

Oleh karena itu, andaipun ada akademisi di ormas yang beririsan dengan pertambangan, maka hal itu, akan terjadi sebuah perombakan besar dalam organisasi kemasyaraktan dan organisasi-pertambangan !

Kedua, kritikan selama ini, partisipan dan atau pimpinan organisasi kepemudaan atau organisasi kemasyarakatan, yang direktur penguasa menjadi direktur utama saja, potensial menyebabkan 'melemahnya' sikap kritis lembaga dimaksud. 

Pertanyaan kita selanjutnya, bagaimana bila hari ini dan kedepan, bukan pimpinannya saja, tetapi ormasnya yang diberi izin pertambangan oleh penguasa, akankah nalar kritis ormas menjadi tetap mandiri?

Aroma karpet merah dari penguasa, dalam rangka merangkul atau menaklukkan lawan atau kawan politiknya, sangat sulit untuk dihindari. Kebijakan ini, bila tidak disikapi secara seksama, akan menjadi instrumen kekuasaan dalam menanamkan kekuasaan kepada pihak lain, sehingga mampu menjadikannya sebagai bagian dari gerbong  kekuasaan dengan misi dan maksud dari pemberi kekuasaan tersebut.

Ketiga, bila misinya dikaitkan dengan upaya membuka lapangan kerja, mampukah negara atau ormas, memilah lowongan kerja untuk ormas, atau untuk rakyat Indonesia ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun