Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anarkisme Ruang Demokrasi

24 April 2024   05:58 Diperbarui: 24 April 2024   06:02 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang anarkis (sumber: pribadi, bing.com) 

Tidak banyak yang memperhatikan proses dan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, tentunya, cukup banyak orang yang kemudian merasakan dampak dan atmosfera peristiwa politik tersebut. Setidaknya, peristiwa tersebut memberikan pintu awal terbukanya ruang-anarkisme demokrasi baru di Indonesia.

Pembiasaan warga negara untuk memanfaatkan ruang-demokrasi baru, yakni melalui jalur hukum (MK) menjadi hal biasa. Setidaknya, dalam kasus pelanggaran etika Hakim Konstitusi dan juga perselisihan hasil pemilihan umum kali ini, dilakukan dengan memanfaatkan jalur konstitusi. Hal ini memberikan sebuah pembelajaran baru terhadap seluruh rakyat Indonesia. 

Sebagai warga negara yang baik, kita akan tunduk patuh terhadap keputusan yang sudah tergelar ke masyarakat. Tetapi, sebagai warga negara yang baik pula, nalar dan penalaran sudah tentuk tidak bisa berhenti dan dihentikan sampai pada proses itu berlaku. 

Penalaran manusia akan terus  berkembang dan memanfaatkan fakta hari  ini sebagai inspirasi pengembangan penalaran atau sumber analisis  ke masa depan. Termasuk dalam hal ini, yaitu memanfaatkan situasi ini sebagai model stimulasi pemikiran yang upaya membuka anarkisme ruang demokrasi baru di Indonesia. 

Mengapa bisa demikian?

Sekali lagi. Fenomena ini, tidak semata-mata gejala politik. Fenomena ini, secara tidak langsung merupakan sebuah dialektika atau pertempuran nalar, emosi, dan jiga sosial-politik bangsa Indonesia. Setiap orang yang mengamati, atau bergelut dengan peristiwa ini akan terus menggeliatkan pikiran, perasaan dan pandangannya terhadap situasi dan perkembangannya di  hari esok.

Kelompok pendukung atau kelompok menang, akan mengambil posisi memanfaatkan keputusan formal sebagai landasan untuk menjaga kebenaran dan pembenaran terhadap langkah-langkah politik ke masa depannya. 

Sedangkan, kelompok  yang kalah akan melakukan reformulasi pemikiran termasuk argumentasi kritis yang berkelanjutan terhadap situasi dan kondisi kebangsaan saat ini. 

Kelihatannya dua hal ini, sulit dihindari, dan akan menjadi sesuatu yang alamiah tumbuh subur di ruang demokrasi. Budaya dan dinamika ini, diharapkan akan menjadi benih kesehatan dan kedewasaan kita dalam memahami demokrasi modern di Indonesia khususnya, dan dalam kemasan baru bagi masa depan bangsa Indonesia. 

Teringat tulisan Saul Newman (2011) dengan tema post anarkisme dan juga fantasi revolusioner. Membaca tulisan seperti itu, penulis malah ingin ikut-ikutan membuat sebuah istilah fantasi demokrasi di negeri kita, atau lebih lengkapnya lagi anarkisme ruang demokrasi Indonesia sebagai ruang fantasi demokrasi.

Pertama, secara nalar. Sejak kelahiran, bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan nalar demokrasi. Ide itu bukan hal baru, dan bukan barang baru bangsa Indonesia saat ini. Namun demikian, kita pun sudah paham, bahwa dialektika demokrasi di Indonesia ini terus naik turun. Fluktuatif. Akibat dari dinamika demokrasinya itulah, kemudian para analis membuat konsep-konsep khas demokrasi di Indonesia, misalnya ada demokrasi terpimpin, dan juga demokrasi prosedural.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun