Salah satu keunikan amalan Islam, yakni adanya potensi kumulasi nilai bagi seorang inisiator. Jenis tindakan apapun, sepanjang menjadi pemula, maka akan ada implikasi nilai yang dia dapatkan pada tahapan selanjutnya.
Inspirasi ini, dapat kita temukan dari sabda Rasulullah Muhammad Saw.
"Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim: 2398)
Bila dicermati dengan seksama, setidaknya, ada lima point pemikiran yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan pada zaman modern ini.
Pertama, nilai sunnah dalam Islam itu ada dua jenis, yaitu sunnah yang baik (sunnatan hasanah), dan sunnah yang buruk (sunnatan sayyiah). Kedua jenis sunnah itu, ada dalam praktek kehidupan manusia, sejak dulu, hingga saat ini.
Dari sejumlah makna yang kompleks terkait dengan makna sunnah, khusus merujuk pada hadits ini, makna sunnah dapat diartikan kebiasaan, pembiasaan, atau sesuatu yang biasa dilakukan. Kebiasaan ini, bisa merujuk kebiasaan dalam berpikir, berbicara, bersikap atau bertindak. Semua itu, masuk dalam konteks sunnah atau tradisi.
Kedua, setiap sunnah akan memiliki nilai kepada pelaku. Pelaku sunnah kebaikan, akan memiliki nilai kebaikan, dan pelaku sunnah keburukan pun akan mendapatkan dosa. Kedua sunnah itu, sama-sama memiliki nilai atau imbalan atau balasan.
Memang ada perbedaan antara sunnah kebaikan dan keburukan. Dalam hadits Araba'in, Rasulullah Muhammad Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga perlipatan yang banyak. Jika dia berniat melakukan keburukan lalu tidak jadi mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat melakukan keburukan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu sebagai satu keburukan."
Ketiga, para pengikut sunnah (baik sunnah hasanah maupun sunnah sayyiah) pun memiliki potensi nilai yang sama. Artinya, seorang pengikut sunnah kebaikan akan mendapatkan pahala, dan seorang pengikut keburukan akan dinilai dosa. Dengan kata lain, sebagai follower atau pengikut atau penyerta, tetap memiliki nilai kebaikan dan keuntungan sang setimpal dengan kreasi dan inisiasinya sendiri.
Keempat, hal yang menarik adalah nilai kebaikan atau keburukan dari pengikut, ternyata menjadi point kumulatif bagi inisiatornya. Seperti yang terungkap dalam hadist itu, bahwa :
"Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim: 2398)