Bagi mereka yang sudah terbiasa dengan Kurikulum Merdeka, sudah terbiasa mendengar kata 'teaching at the right level' atau disebut TaRL. Konsep ini, menjadi salah satu pelecut pembedaan antara Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013. Mengapa di sebut demikian ?
Pertama, imbas atau implikasi dari asumsi pentingnya TaRL ini, kemudian melahirkan kebijakan tidak adanya program penjurusan di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Bahkan, dalam praktek lapangannya, setiap jenjang ada sebutan baru yang menjadi pembeda dengan karakter kurikulum sebelumnya, yakni ada istilah Fase, mulai dari Fase A sampai F untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Kedua, sebagaimana yang terjadi saat ini, bagi mereka yang terbiasa dengan Kurikulum Merdeka, tidak ada lagi penjurusan sebagaimana yang dikenal sebelumya. Pengelompokkan peserta didik, tidak berdasarkan IPA, IPS atau jurusan lainnya, melainkan pada peminatan dan bakat masing-masing.
Dalam konteks itulah, maka pembelajaran yang diberlakukan pun, tidak berdasarkan jenjang atau tingkatan kelas, melainkan berbasis pada perkembangan kemampuan peserta didik. Konteks itulah yang kemudian disebut, Teaching at the right level, atau memungkinkan siswa memperoleh dan meningkatkan kemampuan dasar, seperti membaca dan menghitung. Setiap orang, kendati pada pada tahun belajar yang sama, layanan pembelajaran tetap harus disandarkan pada perkembangan kemampuan peserta didik masing-masing.
Pengalaman mengajar tahun ini, kita akan dihadapkan pada keragaman minat, bakat, kemampuan atau kebutuhan peserta didik.  Realitas ini sudah diantisipasi oleh Kurikulum Merdeka, dengan menekannya pentingnya pembelajaran berdiferensiasi. Seorang tenaga pendidik, dituntut untuk mampu memberikan layanan pembelajaran dengan gaya belajar atau keragaman potensi belajarnya masing-masing. Agak rumit memang. Khususnya bagi mereka  yang belum mencobanya. Namun, dalam pengakuan praktisi yang sudah menjalaninya, justru sangat asyik dan menyenangkan. Karena secara tidak langsung, dinamika dan kreativitas guru dalam menghadapi keunikan peserta didik menjadi 'seninya mengajar' di era kurikulum merdeka.
Seiring dengan perkembangan ini pula, kita bisa melihatnya bahwa 'the righ level' bukan satu-satunya aspek yang perlu dipahami. Konsep 'the right level' mengindikasikan ada perbedaan percepatan perkembangan dan kemampuan peserta didik. Sifatnya, berjenjang atau hierarkhis secara kemampuan. Â Di era kurikulum merdeka, bukan berbasiskan tahun belajar, melainkan pada level perkembangan dan kemampuan belajar.
Sekali lagi, fakta ini adalah satu aspek penting. Tetapi, masih ada aspek  lain yang juga perlu diperhatikan, dicermati dan juga diamati secara seksama.  Lanjutan dari tes diagnostik, yang melahirkan adanya keragaman minat, dan bakat peserta didik, maka kebutuhan kita hari ini, bukan saja learning at the right level (TarL), melainkan juga pembelajaran yang sesuai dengan minat, bakat atau kemampuan, atau disebutnya teaching at the right need (TaRN).
Mari coba imajinasikan. Dalam satu kelas hari ini, ada orang yang memiliki perkembangan kemampuan yang berbeda. Maka kemudian kita  layani mereka sesuai dengan prinsip TaRL. Namun dalam satu kelompok yang level perkembangannya sama pun, teryata mereka memiliki bakat yang berbeda. Misalnya, fase pembelajarannya sama, yaitu fase F, namun bakatnya berbeda. Maka, layanan pendidikan itu, sejatinya sudah tidak hanya TaRL, tetapi juga TaRN. Mereka yang berada pada fase F, namun hobi futsal, akan berbeda layanan dengan mereka yang memiliki hobi sains atau humaniora.
Dari pemikiran ini, maka kita sudah menemukan rambu-rambu pembelajaran di era Merdeka Belajar itu, adalah pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, dan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Artinya, pembelajaran yang unggul itu adalah pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didik, dan sesuai dengan kebutuhan. Atau, istilah lainnya, layanan pendidikan itu harus tepat-tahapan perkembangannya, dan tepat-kebutuhannya.