Bisa jadi, tidak semua orang bisa mengalami dan menjalani kehidupan ini secara mulus. Apa yang diinginkan, tinggal bilang, jadi maka jadilah. "kun, fa yakun".Â
"Ingin jalan-jalan..", lantas, langsung pergi
"ingin makan...", kemudian menyuapkan makanan yang diminatinya.
"ingin ketemua yang dicintainya...", langsung 'kring, dan dia datang.."
Bagi beberapa gelintir orang, kejadian dan situasi serupa ini, bisa jadi, teralami, dan bisa dilakukannya dengan leluasa. Setiap yang diinginkannya, akan dapat dengan mudah, semudah menelan ludah ketika merasa kehausan. Langsung glek, dan terwujud sudah.
Tetapi, kisah itu, adalah kisah beberapa orang saja. Sekali lagi, kita itu, adalah pengalaman hidup yang hanya dialami oleh beberapa butir orang, yang ada di sekitar kita. Sementara sebagian besar yang lainnya, termasuk penulis sendiri, rasanya masih jauh, dari situasi dan kondisi serupa itu. Setiap apa yang diinginkan, senantiasa membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tenaga yang tidak sedikit, dan bahkan pengorbanan yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Lebih jauh dari itu, kendati berbagai hal yang sudah dilakukan tadi, itu pun, tidak menjadi garansi bahwa apa yang kita inginkan, kemudian dengan mudah terwujud dan terlaksana. Mengapa ? Â entahlah, apa penyebab utamanya. hal yang sudah pasti dan menjadi kenyataan dalam hidup kita, bahwa rangkaian kegagalan itu, kerap kali menjadi hantu dan menghantui kehidupan seseorang.
sekaitan dengan masalah ini, seiring juga, dengan rangkaian kegagalan yang teralami selama ini, terbersit pikiran, bolehkah seseorang memiliki kilatan terpikir rasa gagal ?
Boleh kita berpikir gagal atau kegagalan ?
Hal pertama yang perlu disepakati, bisa jadi, berpikir gagal itu adalah biasa, namun kalau kita mengalami gagal berpikir, adalah bencana. Mengapa demikian ?
Dalam pengalaman beberapa hal, yang teralami akhir-akhir ini, ternyata tidak semua kegagalan sebagai sebuah bencana. Minggu kemarin, saya gagal berangkat untuk mengikuti kegiatan FGD (focus group discussion) di luar kota. Tahu-tahunya, untuk  hari yang sama di minggu, ada panggilan untuk semua kegiatan seleksi yang beberapa terakhir kemarin saya lamar.  Dengan kata lain, terbayang sudah, jika jadi berangkat ke luar kota, maka pemenuhan persyaratan dan panggilan lamaran kerja itu, sudah pasti, terbengkalai sudah. Di sini, ternyata, sebuah kegagalan, memiliki makna untuk menyelamatkan sisi lain atau kebutuhan lain, yang kita perlukan juga. Dengan kata lain, ada hikmah dibalik sebuah k egagalan. itu lah pepatah pijak dari orangtua kita.