Awalnya, lebih sekedar pertanyaan. Pertanyaan pribadi terhadap tim manajemen madrasah. Khususnya, bila kita membayangkan, praktek dan model pembelajaran selepas pandemi ini berakhir.
Taruhlah, kita optimis dan berharap besar, bahwa pandemi akan berakhir pada beberapa hari ke depan, atau setidaknya, di awal 2022, kita semua sudah bisa melakukan aktivitas kehidupan secara normal lagi. Berekonomi normal, bersosial normal, bersekolah normal, berpolitik normal, dan melakukan aktivitas apapun dilakukan secara normal.
O, iya betul. Kita tidak mungkin, melakukan semua hal itu, secara normal, sebagaimana yang dapat kita bayangkan, seperti dahulu kala. Tidak mungkin, kita lakukan hal serupa itu.
Mengapa ? salah satu jawabannya, kita sudah mendengungkan gaya hidup baru di masa depan, yaitu dengan sebutan adaptasi kebiasaan baru atau kehidupan normal baru (new normal). Dengan kata lain, kenormalan yang kita maksudkan pun, adalah kenormalan baru, selepas pandemi ini berakhir.
Hal yang kemudian, ujug-ujug terbayang, adalah bagaimana kenormalan baru dalam dunia pendidikan ? pertanyaan ini, serta merta muncul, sehubungan posisi dan kepentingan pribadi dalam menjalankan tugas profesi di masa yang akan datang.
Mungkin tidak banyak yang bisa membayangkan hal ini, atau setidaknya, tidak banyak yang bisa dibayangkan saat ini. Tetapi, beberapa hal kecil (untuk sekedar memudahkan masalah), sejatinya kita bisa menyebutkan beberapa hal penting yang perlu dicermati dengan seksama.
Narasi yang hendak dimaksudkan ini, yaitu terkait dengan mode pembelajaran paska pandemi.
Mari kita ingat bersama. Selama pandemi, model pembelajaran dalam jaringan, diposisikan sebagai alternatif baik dan bahkan terbaik, untuk layanan pendidikan. Hampir semua tenaga pendidik, dan semua jenjang dan jalur pendidikan, banyak yang melakukan model pembelajaran jarak jauh ini. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, hampir bisa dipastikan, dimanfaatkan dan digunakan oleh semua orang, dan semua kalangan, untuk ragam kebutuhan hidup manusia.
Persoalan ini, merambah pikiran ini, untuk memandang hari esok. Artinya, jika esok luas, pandemi sudah berakhir, dan kita masuk ke suasana kenormalan baru, apakah status pembelajaran jarak jauh, menjadi sesuatu yang terlarang, haram, batal secara hukum, atau malah menjadi sebuah alternatif bentuk layanan pendidikan ?
Rasa-rasanya, sebuah paradoks akan terjadi, manakala ada sikap reaktif dan kontraproduktif dengan perkembangan dan dinamika zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H