Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Nila Setitik, Rusak Pangandaran Sebelanga

29 Januari 2018   16:03 Diperbarui: 30 Januari 2018   17:04 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Si Pemandu Wisata (tour leader), kelihatan sangat bersemangat menceritakan mengenai lokasi wisata. Pangandaran. Itulah yang menjadi tujuan kami saat itu. 

Kisah dan ragam sisi mengenai Pangandaran, kelihatannya, sudah menjadi pembasah lisannya. Kelihatan, dia sangat percaya diri, dan lancar menuturkan ragam sisi masalah kepangandaranan.

Salah satu tuturannya itu, yakni, keinginan Pemerintah Kabupaten Pangandaran, untuk menjadikan Pangandaran sebagai destinasi wisata lokal yang mendunia. Itulah obsesinya.

Alasan itu sesungguhnya mudah dipahami, dan sangat masuk akal. Di lihat dari potensi, dan sumberdaya geografi, sudah sangat memungkinkan. Wisata Pangandaran akan menjadi salah satu ikon wisata Jabar, dan juga Indonesia yang memiliki harapan cerah. Hanya saja, apakah masyarakat Pangandaran, dan juga para pelaku usaha di kawasan Pangandaran sudah siap ?

Ini sekedar kasus. Tidak menyeluruh. Tetapi, rasanya perlu dikemukakan di sini. Pengalaman kemarin, saat memanfaatkan jasa Perahu Pangandaran. Sebelumnya penanggungjawab rombongan sudah bicara, bahwa biaya jasa perahu itu adalah Rp.10.000/diperahu, dan Rp.5.000/orang tiket ke Pananjung (hutan lindung). Dengan kesepakatan itulah, sekitar 10 orang peserta, menjadi penumpang perahu tersebut.

Deburan ombak, sangat terasa. Geteran gelombang sangat kentara menggoyang awak perahu tersebut. Senyuman di kulum di wajah orang dewasa, tampak jelas. Sedangkan rasa ketir dan khawatir, tampak pada beberapa anak yang baru berpengalaman nunggang perahu tersebut.

Bukan lebai. tapi kelihatan lambaian pohon di pinggir pantai, sudah meredup. Makin lama, makin kabbur, menggambarkan jarak perjalanan kian menjauh dari bibir pantai tempat kami berangkat. tetapi disisi lain, lambaian daun penyambutan dari seberang sana, kian detik kian tampak. Ah tampak, ibarat 'masa kelahiran semakin jauh, dan pintu masa depan yang malah semakin jelas dihadapan mata".

Ibarat gelora di tengah lautan, sang pemilik perahu berujar, "Pak, kalau mau ke turun, harus nambah, Rp. 5.000/orang lagi.." katanya, "jadi, setiap orang, membayarnya Rp. 20.000/orang".

"lho..tadi katanya, cuma Rp.15.000/orang.." tanyaku.

"itu hanya untuk berkeliling di lautan saja, tidak sampai turun ke pantai pasir putih.." ungkapnya tegas, sambil menghentikan laju perahu di tengah lautan.

"Gak, Rp. 15.000/orang ah..sudah.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun