Mohon tunggu...
Kris Zarava
Kris Zarava Mohon Tunggu... Wirausaha -

Menulis Membuat Hidup Menjadi Lebih Hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suara Orang Tua Murid Sekolah Gratis

5 Januari 2017   13:06 Diperbarui: 5 Januari 2017   13:16 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bicara pendidikan dari sudut pandang saya sebagai orang tua murid tidak ada artinya bagi ahli pendidik, siapalah saya ini. Saya hanya seseorang yang peduli akan pendidikan anak-anak, yang bisa saya share adalah apa yang saya rasakan, bahwa pendidikan zaman sekarang sudah beralih menjadi sebuah produk cara mengajar yang memiliki nilai jual-beli, pendidikan menjadi sebuah lahan industri baru. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran dan sebagai tempat pengembangan potensi-potensi manusia. 

Saya kagum akan adanya sekolah Negeri “gratis”, hanya saja saya kasihan juga, sekolah Negeri diberikan judul “gratis” sementara visi dan misi sekolah tidak akan tercapai apabila tidak ada “peran” orang tua murid alias dana sumbangan atau bahasa kerennya “investasi” yang harus  keluar dari kantong orang tua murid. Bagi saya, yang menyedihkan adalah menggunakan atas nama kemajuan pendidikan Indonesia untuk mewujudkan pendidikan yang layak? Orang tua mana yang keberatan apabila harus mengeluarkan uang lebih untuk pendidikan yang layak. 

Namun, mengatasnamakan patriot bangsa sebagai lahan industri pendidikan adalah tindakan yang tidak manusiawi. Entah dimana miskomunikasinya, masih kesandung urusan birokrasi dan transparansi? Pendidikan adalah hak setiap manusia, pendidikan yang layak adalah hak setiap warga negara, termasuk haknya anak jalanan yang tidak mampu, bagaimana nasib mereka di zaman era pendidikan  yang sekarang ini? Saya bukan pesimis dengan perkembangan pendidikan yang ada di Nusantara tercinta ini, saya juga tidak bermaksud untuk memberontak, sama sekali tidak. Lahan Industri pendidikan semakin menjadi-jadi, kesenjangan sosial menjadi market lahan ini, yang mampu sekolah di sekolah bonafit, yang tidak mampu sekolah di sekolah yang apa adanya.

Saya lebih baik mundur dari lahan industri ini. Saya hanya menjadikan pendidikan sebagai suatu metode untuk menjankan kehidupan, sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran dan sebagai tempat pengembangan potensi-potensi manusia, kekhawatiran akan tertinggal kemajuan pendidikan tidak menjadi kecemasan saya, saya lebih mengkhawatirkan akan hilangnya kekhasan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain, yaitu bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaannya, sesuai pepatah Ki Hajar Dewantara. “Mendidik adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi)” bukan sebagai lahan industri atas nama patriot bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun