Mohon tunggu...
Firsty Ukhti Molyndi
Firsty Ukhti Molyndi Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Seorang blogger tuna daksa dari Palembang. Memiliki minat tulis-menulis sejak kecil. Menulis berbagai problematika sehari-hari dan menyebarkan kepedulian terhadap kaum disabilitas. Blog: www.molzania.com www.wahkorea.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Meski Sudah Diingatkan, Anak-anak Itu Terus Saja Mengganggu

5 Juni 2018   10:00 Diperbarui: 5 Juni 2018   10:07 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di lingkungan tempat tinggal Molzania, hidup berbagai macam penduduk dengan latar belakang berbeda-beda terutama dari segi keyakinan dan pendapatan. Area di depan rumah kebanyakan dihuni oleh penduduk keturunan tionghoa. Rumah mereka banyak yang besar-besar menandakan mereka orang kaya. Sementara itu tepat di area belakang rumah, terdapat lingkungan perkampungan kecil yang dihuni kebanyakan pribumi dengan berbagai suku dan daerah. Persentasenya kira-kira 50:50.

Biarpun begitu, kerukunan masyarakat terjalin dengan sangat harmonis. Terbukti di daerah Molzania ini berdiri dua rumah ibadah untuk keyakinan yang berbeda. Satu masjid, satu gereja. Bahkan di perkampungan belakang rumah, juga dibangun musholla yang berukuran kecil. Lokasinya saling berdekatan. Tak sampai lima menit berjalan kaki.

Setiap harinya lima kali sehari adzan berkumandang dari masjid dan musholla. Bersahut-sahutan. Tak pernah ada satupun warga tionghoa yang protes. Bahkan beberapa warga mengaku mereka merasa aman ketika mendengar suara adzan. Mereka merasa dilindungi dengan suara adzan yang terdengar merdu. Pun begitu pada minggu pagi jam 6, lonceng gereja dibunyikan. Suaranya terasa nyaring memecah pagi yang temaram. Tak pernah ada warga kampung muslim yang terganggu.

Source: bijesak.info
Source: bijesak.info
Pada saat Ramadhan tiba, lain cerita. Saat itu biasanya anak-anak kecil menghentak-hentakkan gendang sambil berteriak membangunkan orang sahur. Tidak hanya warga non muslim yang terganggu, bahkan kami yang muslim pun terganggu. Tetangga muslim yang memiliki bayi lebih terganggu lagi karena bayi mereka yang sedianya terlelap mendadak menangis ketakutan. Tapi yang namanya anak-anak, mereka tetap saja acuh tak acuh.

Pada beberapa hari pertama puasa, biasanya anak-anak itu kedengaran berisik sekali. Pukul tiga pagi, saat orang-orang masih terlelap, mereka menabuh gendang sambil berteriak-teriak. Setelah dimarahi, biasanya mereka kapok dan berhenti.

 Namun aktivitas itu kembali diulangi tahun depan oleh anak-anak yang berbeda lagi. Entah berasal darimana apakah kampung sini atau sana. Anak-anak tahun lalu yang menimbulkan kebisingan sudah  pada besar mungkin lupa dan mengulangi lagi perbuatannya. Bertambah pula anggotanya dengan adik-adiknya yang lebih kecil. Terus seperti itu.

qiblati.com
qiblati.com
Perkampungan kecil di belakang rumah Molzania terus berubah setiap tahun. Tak ada yang bisa memprediksi warga yang datang dan pergi. Pun anak-anak yang bertumbuh ada seberapa banyak. Setiap tahun selalu sama. Saat awal-awal puasa, anak-anak pada berisik membangunkan orang sahur, setelah ditegur mereka pun kapok. Keisengan mereka sebatas hanya pada hari-hari awal berpuasa. Setelahnya mereka diam karena sudah dimarahi oleh pak RT.

Lain halnya dengan lingkungan rumah nenek Molzania. Disana persentase muslimnya lebih besar. Boleh dibilang non muslim hanya hitungan jari. Anak-anak yang membangunkan orang sahur lebih banyak dan lebih bising. Hampir setiap malam. Tapi mereka yang non muslim tak pernah kedengaran protes. Mungkin mereka sudah benar-benar terbiasa dibangunkan pagi-pagi buta.

Di rumah Molzania sendiri, aktivitas membangunkan sahur diserahkan pada alarm hp. Fajar-fajar pukul tiga sudah bising sekali rumah ini. Kalau tak berbunyi, bisa bablas tidur dan bangun jam 4. Tentu waktu sahur semakin mepet. Bahkan terancam tak sempat makan nasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun