Di lingkungan tempat tinggal Molzania, hidup berbagai macam penduduk dengan latar belakang berbeda-beda terutama dari segi keyakinan dan pendapatan. Area di depan rumah kebanyakan dihuni oleh penduduk keturunan tionghoa. Rumah mereka banyak yang besar-besar menandakan mereka orang kaya. Sementara itu tepat di area belakang rumah, terdapat lingkungan perkampungan kecil yang dihuni kebanyakan pribumi dengan berbagai suku dan daerah. Persentasenya kira-kira 50:50.
Biarpun begitu, kerukunan masyarakat terjalin dengan sangat harmonis. Terbukti di daerah Molzania ini berdiri dua rumah ibadah untuk keyakinan yang berbeda. Satu masjid, satu gereja. Bahkan di perkampungan belakang rumah, juga dibangun musholla yang berukuran kecil. Lokasinya saling berdekatan. Tak sampai lima menit berjalan kaki.
Setiap harinya lima kali sehari adzan berkumandang dari masjid dan musholla. Bersahut-sahutan. Tak pernah ada satupun warga tionghoa yang protes. Bahkan beberapa warga mengaku mereka merasa aman ketika mendengar suara adzan. Mereka merasa dilindungi dengan suara adzan yang terdengar merdu. Pun begitu pada minggu pagi jam 6, lonceng gereja dibunyikan. Suaranya terasa nyaring memecah pagi yang temaram. Tak pernah ada warga kampung muslim yang terganggu.
Pada beberapa hari pertama puasa, biasanya anak-anak itu kedengaran berisik sekali. Pukul tiga pagi, saat orang-orang masih terlelap, mereka menabuh gendang sambil berteriak-teriak. Setelah dimarahi, biasanya mereka kapok dan berhenti.
 Namun aktivitas itu kembali diulangi tahun depan oleh anak-anak yang berbeda lagi. Entah berasal darimana apakah kampung sini atau sana. Anak-anak tahun lalu yang menimbulkan kebisingan sudah  pada besar mungkin lupa dan mengulangi lagi perbuatannya. Bertambah pula anggotanya dengan adik-adiknya yang lebih kecil. Terus seperti itu.
Lain halnya dengan lingkungan rumah nenek Molzania. Disana persentase muslimnya lebih besar. Boleh dibilang non muslim hanya hitungan jari. Anak-anak yang membangunkan orang sahur lebih banyak dan lebih bising. Hampir setiap malam. Tapi mereka yang non muslim tak pernah kedengaran protes. Mungkin mereka sudah benar-benar terbiasa dibangunkan pagi-pagi buta.
Di rumah Molzania sendiri, aktivitas membangunkan sahur diserahkan pada alarm hp. Fajar-fajar pukul tiga sudah bising sekali rumah ini. Kalau tak berbunyi, bisa bablas tidur dan bangun jam 4. Tentu waktu sahur semakin mepet. Bahkan terancam tak sempat makan nasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H