Sebagai anak difabel, otomatis kerjaan Molzania di masa kecil hanyalah di rumah. Membosankan? Pasti. Paling banter aktivitas Molzania di rumah hanyalah bermain komputer. Sejak kecil, Molzania terobsesi untuk menulis dan menurut Molzania itu aktivitas paling menyenangkan. Seharian menulis bisa Molzania lakukan kalau mau. Jika sudah begitu, pastilah hilang rasa lapar dan haus.
Sehari-hari aktivitas Molzania berkisar antara rumah dan sekolah. Tapi untungnya karena dulu Molzania bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah, suasana puasa lebih kental terasa di sekolah. Salah satunya ialah aneka kegiatan selama bulan Ramadhan. Dari mulai pesantren kilat hingga perlombaan dalam rangka bulan Ramadhan.
Kelas 6 SD, Molzania tidak lagi bersekolah di SD MI. Melainkan orangtua memindahkan di sekolah umum karena ada satu problem. Bersekolah di sekolah umum maka Molzania harus beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman baru. Bersekolah di sekolah umum maka pelajarannya sama sekali berbeda. Kalau di sekolah lama, ada begitu banyak pelajaran agama Islam, seperti aqidah akhlak, alqur'an hadits, fiqih, sejarah Islam dan Bahasa Arab. Maka di sekolah baru, semua pelajaran diringkas menjadi satu yaitu, PAI.
Dari situ Molzania belajar bertoleransi. Termasuk ketika bulan puasa tiba. Di kelas hanya ada beberapa anak yang non muslim. Biarpun begitu, kami tak pernah menghadapi konflik terkait agama. Teman-teman Molzania yang non muslim bahkan juga ikut berpuasa. Meski sesekali, Molzania mendapati teman-teman non muslim makan diam-diam di bangku mereka. Sesekali menegur, dengan maksud bercanda. Ketika pelajaran agama Islam, mereka dipersilahkan untuk keluar kelas. Namun apa yang mereka lakukan? Mereka tetap ikut menyimak pelajaran agama Islam.
Dari situ Molzania tau kalau telur paskah itu pada dasarnya berisi telur rebus yang dilukis cangkangnya mirip telok abang khas Palembang yang biasa dijual pas hari kemerdekaan. Molzania tak ikut menikmati karena tidak suka telur rebus.
Saat perayaan lebaran, teman-teman Molzania yang beragama Kristen ini datang ke rumah untuk sanjo-sanjo (tradisi saling berkunjung saat lebaran bagi orang Palembang). Begitupun saat hari Natal dan hari Nyepi, teman-teman Molzania datang berkunjung ke rumah mereka yang beragama Kristen dan Hindu. Meski demikian, Molzania tak pernah ikut serta karena biasanya akhir tahun Molzania mudik ke tempat nenek. Â
Mereka berpuasa sehari semalam dengan mematikan lampu dan peralatan elektronik lainnya. Teman Molzania ini bercerita kalau orang-orang dewasa biasa melakukan yoga untuk beribadah. Akan tetapi anak-anak kecil dan remaja boleh berpuasa setengah hari bila tak kuat.
Satu-satunya konflik dengan teman non muslim terjadi saat Molzania duduk di kelas 2 SMP. Kisahnya terjadi ketika pesantren kilat berlangsung. Bukan apa-apa, tetapi semata-mata karena mereka melakukan pembullyan fisik terhadap Molzania.Â