Mohon tunggu...
Mollie Ivory
Mollie Ivory Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi UU KPK: Bom Waktu

28 Februari 2016   22:45 Diperbarui: 29 Februari 2016   15:50 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rancangan revisi UU No 30 Tahun 2002 mengenai KPK sudah muncul sejak tahun 2015, namun selalu ditolak. Saat ini, ada 4 fraksi yang menolak revisi UU KPK, yaitu fraksi PKS, PAN, Partai Gerindra dan Partai Demokrat. Sedangkan, fraksi yang mendukung revisi UU KPK antara lain PDIP, PPP, PKB, Partai Hanura, Partai Nasdem dan Partai Golkar.

Beberapa Fraksi setuju dengan revisi UU KPK selama revisi tersebut tidak memperlemah KPK, namun beberapa fraksi lain tidak mempunyai syarat apapun. Dadang Trisasongko menjelaskan bahwa publik ragu karena pembahasannya sembunyi-sembunyi. Selain itu, penundaan pembahasan revisi UU KPK belum dipublikasikan. Ade Irawan berpendapat bahwa penundaan ini tidak menyelesaikan masalah. Lagi–lagi ada saja hal yang disembunyikan.

Saat ini kita perlu aspirasi seluruh masyarakat. Sekarang sudah ada banyak mahasiswa, profesor bahkan netizen yang menolak revisi UU KPK. Alasannya tertuju pada 1 poin, yaitu : hanya melemahkan KPK. Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi bila kita mempersulitnya lagi? Mengapa mempersulit? Ketua KPK Agus Rahardjo sendiri menyatakan bahwa pihak KPK keberatan dengan adanya revisi UU KPK. Bukankah Presiden Jokowi sudah berjanji untuk menegakkan negara hukum yang bebas korupsi? Selain itu, Indonesia kan juga sudah meratifikasi perjanjian internasional untuk memberantas korupsi.

Inilah pendapat saya mengapa revisi UU KPK hanya mempersulit KPK. Pertama, batas usia KPK hanya 12 tahun. Dalam 12 tahun, apakah yakin masalah korupsi bisa terselesaikan? Selain itu, masih banyak pekerjaan KPK yang belum terselesaikan. Revisi UU KPK hanya memerdekakan koruptor.

Kedua, permintaan ijin sebelum melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Revisi yang ini hanya membuang-buang waktu. Ditambah lagi penyadapan hanya boleh dilakukan apabila bukti kejahatannya sudah cukup. Hal ini hanya menghambat KPK dalam menjalankan tugasnya.

Ketiga, KPK tidak boleh menuntut, malah jaksa yang ada dibawah lembaga Kejaksaan Agung RI yang boleh menuntut. KPK seharusnya independen dalam menjalankan tugasnya, tetapi revisi UU no. 30 ini malah menghilangkan sifat independen KPK.

Keempat, penyidikan tindak pidana korupsi hanya boleh dilakukan jika menyangkut kerugian sebesar Rp. 50.000.000.000,00. Padahal sebelumnya Rp. 5.000.000.000,00. Koruptor di Indonesia jumlahnya sudah tidak terhitung, kerugian 5 milyar saja sudah cukup besar. Apa kita harus menunggu sampai setiap koruptor berhasil mengkorup Indonesia sampai 50 milyar?

Jadi, bagaimana pendapat sahabat kompasianer?–Mollie

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun