Mohon tunggu...
Mokhammad Beni Yulianto
Mokhammad Beni Yulianto Mohon Tunggu... -

Sangat bersemangat membicarakan berbagai hal yang terkait arsitektur & desain perkotaan. Belajar & berbagi dengan menulis di\r\nwww.opiniarsitektur.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kembali Kepada Esensi Arsitektur

23 Juli 2011   14:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:26 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selain agama & bisnis, arsitektur termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki cakupan yang cukup luas. Artinya, ia dapat didefinisikan & dikaitkan dengan banyak bidang. Jika melihat dari sejarah, arsitektur dimulai dari dinamika antara kebutuhan masyarakat akan lingkungan yang kondusif dan cara pemenuhannya. Dari sana muncullah berbagai tipologi bangunan baru yang berkembang sesuai dengan jumlah penduduk/skala kota dan teknologi. Perkembangan arsitektur menjadi lebih dinamis berkat banyaknya karya tulis mengenai arsitektur yang di kemudian hari dijadikan sebagai aturan yang harus dipatuhi. Berbagai bidang ilmu silih berganti memberikan pengaruh terhadap arsitektur, mulai dari tradisi, agama, seni, hingga teknologi.

Identitas Arsitektur mulai goyah pertama kali ketika pemahaman Beaux Arts dipopulerkan di Prancis. Arsitek dilatih untuk menciptakan desain yang indah tanpa memberikan perhatian yang mencukupi pada konteks. Bencana yang serupa terulang lagi pada masa arsitektur modern ketika kecepatan, keseragaman & kuantitas bangunan sebagai produk industrialisasi sangat mendominasi & menurunkan nilai arsitektur pada titik yang sangat rendah. Munculnya arsitektur post-modern yang menekankan konsep filosofis & estetika visual pada suatu desain tampaknya menjadi jawaban yang cerdas terhadap arsitektur modern. Namun sayangnya jika dicermati lebih dalam, apa yang terlihat adalah kebayakan arsitektur post-modern banyak terjebak ke dalam "romantisme yang dangkal" akan masa keemasan Renaissance. Hal ini dikarenakan mereka terlalu larut pada pembahasan konsep filosofis & estetika sehingga seringkali cenderung mengesampingkan kepentingan pengguna/lingkungan.

Saya tidak hendak mengatakan bahwa konsep Formalisme, Dekonstruktivis, & Ekspresi Struktur/Mesin tidak relevan untuk arsitektur. Bahkan konsep-konsep tersebut merupakan bagian dari sejarah & proses perkembangan yang memperkaya nilai arsitektur. Setiap unsur dalam arsitektur memiliki perannya masing-masing & tidak bisa dipergunakan sesuka hati. Guggenheim Museum di Bilbao karya Frank Gehry merupakan bentuk "sculpture architecture" yang kontekstual serta sangat besar pengaruhnya bagi ruang kota & pencitraan seni budaya Spanyol kepada dunia. Bahkan dengan sumbangan pendapatan sebesar 320 juta Eouro pada tahun 2008, museum ini berhasil menjadi mesin uang bagi kota Bilbao. Namun dengan konsep bentuk yang serupa, ia menjadi tidak terlalu berarti jika diaplikasikan pada tipologi bangunan pemerintahan atau diperuntukkan bagi komunitas pragmatis.

Di sini saya mengajak kita semua, terutama praktisi & akademisi arsitektur untuk mengingat kembali esensi dari kelahiran arsitektur, bahwa arsitektur diciptakan untuk kehidupan, sebagai tempat tinggal, tempat beraktivitas, serta tempat berinteraksi antar sesama manusia & antara manusia dengan lingkungan. Arsitektur bukanlah sekedar benda yang indah untuk dilihat, namun pada hakikatnya ia harus memberikan manfaat terbaik bagi manusia & lingkungan baik secara logika maupun emosional. Arsitek tidaklah seperti dokter yang bisa mengetahui jawaban dari seluruh permasalahan pasiennya. Arsitek bukanlah seniman sepenuhnya karena ia membuat bentuk bukan sebagai objek utama, namun sebagai alat untuk menciptakan ruang dimana manusia berada di dalamnya. Menurut saya, arsitek lebih mirip sebagai seorang "peneliti" dimana ia mengurai permasalahan & berusaha keras merangkai berbagai mauumlcam kemungkinan solusi. Arsitek adalah seorang "moderator" dimana ia menjadi penengah dari perbedaan pendapat para ahli & narasumber sekaligus mengarahkan diskusi multi-bidang dalam kerangka visual. Ia juga seorang "jurnalis" yang dengan kritiknya menjadi pendobrak status quo & kemerosotan. Selain itu seorang arsitek diharapkan memiliki karakter sebagai "budayawan" yang memiliki kepekaan sosial, inklusifitas, & kepedulian lingkungan yang tinggi.

Memanglah arsitek tidak mungkin bisa dijabarkan dalam suatu pengertian yang spesifk. Mungkin pengertian yang paling ringkas adalah seperti yang pernah dikemukakan oleh Rem Koolhaas dalam kuliahnya bahwa arsitek adalah : Public Intellectual.

Kepustakaan :
http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur
http://www.independent.co.uk/arts-entertainment/architecture/frank-gehry-dont-call-me-a-starchitect-1842870.html
http://www.oma.eu/index.php?option=com_content&task=view&id=339&Itemid=25

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun