Bulan April ini merupakan bulan yang bisa dikatakan menaktukan bagi sebagian kalangan pelajar di Indonesia, mulai dari SD (sekolah dasar) sampai kalangan MAHASISWA karena dihadapkan dengan berbagai jenis ujian, dimulai dari kalangan siswa-siswi SD-SMA yang biasa disebut dengan UN (ujian nasional) dan untuk MAHASISWA ujian proposal atau tugas akhir (skripsi). Entah sejak tahun berapa UN atau SKRIPSI menjadi sesuatu yang menakutkan bagi sebagian besar pelajar di negeri kita, bahkan minggu kemarin ada siswi yang sampai pingsan ketika mengerjakan soal UN, dalam hati saya berkata itu yang dikerjakan soalnya sesukar atau seseram apa sih, sampai bisa pingsan gitu, bahkan kejadian lucu yang selalu ada disetiap UN dari tahun ke tahun ialah siswa yang tertidur (tidur) saat UN masih berlangsung.
Berbagai spekulasi timbul mulai dari yang positif thingking hingga yang negatif thingking. Kasihan siswa itu dia tertidur pulas mungkin karena semalaman begadang belajar sehingga paginya ketika hari-H justru ia ngantuk dan memilih untuk sejenak meletakkan kepalanya diatas meja, ada juga yang beranggapan bahwa mungkin soal yang dibuat terlalu rumit (menjenuhkan/kurang menarik) sehingga siswa-siswi lebih memilih untuk tidur dan menantikan wangsit (contekan) dari temannya. Kemudian untuk kalangan MAHASISWA yang sudah menempuh semester 7 diwajibkan untuk mengambil TUGAS AKHIR atau SKRIPSI disini sebenarnya tidak perbedaan yang mencolok antara siswa atau mahasiswa, karena mereka sama-sama merasakan hal yang sama dalam mengahadapi ujiannya, yakni sama-sama “ketakutan”, yang membedakan hanya nama dan statusnya saja.
Untuk ujian proposal sekarang sudah mulai ada perubahan sedikit demi sedikit, mulai dari segi nama yang dulunya “ujian proposal” sekarang menjandi “seminar proposal” ini ditujukan agar supaya mahasiswa tidak lagi terbebani dengan kata “ujian”, karena pada dasarnya ujian proposal itu hanya untuk mengetahui seberapa layakkah penelitian kita untuk dilanjutkan ke SKRIPSI, namun sering kali pihak mahasiswa salah persepsi dalam mengartikan “ujian proposal” yang sekarang bermetaforfosa menjadi “seminar proposal” seakan-akan menjadi momok pada mahasiswa semester akhir.
Seminar proposal atau skripsi sebenernya tidaklah menjadi masalah (beban), jika mahasiswa yang bersangkutan aktif dalam kuliah dan tak pernah ketinggalan dalam hal akademis, lain lagi bagi mahasiswa yang kurang aktif dalam hal akademis pastilah seminar proposal atau skripsi itu menjandi suatu ketakutan yang teramat sangat, karena ia sendiri tidak tahu dan tidak faham akan bermuara kemana penelitiannya, sedangkan ilmu yang harusnya sudah ia peroleh di semester sebelumnya tidak pernah ia masuki, sehingga yang ada ialah ia malas mengerjakan tugas akhir atau skripsinya sampai semester belasan, masih bagus jika kampus yang bersangkutan tidak menerapkan sistem DO (drop out) cuma yang ada istilah “pemutihan”, terkesan lebih santun.
Hehehe..
:D
Hikmah yang bisa kita ambil dalam kejadian tersebut adalah, kita tidak usa merasa takut jika kita memang sudah belajar dan berusaha (berdo’a) semaksimal mungkin dalam mengerjakan ujian, untuk hasilnya biarlah tuhan yang memberikan nilai, sekian dari saya, semoga bermanfaat, amin-amin-amin ya robbal alamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H