Kenapa kau harus mengkotak-kotakkan pria seperti ayahmu? Bukankah aku tidak pernah mengkotakkan dirimu seperti ibuku?
Sesaat aku terhenyak. Begitu kuatkah sosok dirimu, Ayah? Aku bahkan tidak pernah bermaksud untuk membandingkan dirimu dengan Galilea. Tanpa sadar, memang benar. Ayah, aku merindukan dirimu yang selama ini bekerja tanpa mengenal malam dan hari. Saat aku kecil yang selalu terjaga disampingmu saat ibu masih ada dulu. Menjemputku di sekolah, karena kau yang melarang putrimu ini untuk naik bis sekolah. Kini, kau terkulai lemah di kursi roda yang mengarahkanmu kemanapun kau tuju. Enam bulan lamanya aku belum menjengukmu ayah. Sosok pria yang tidak bisa digantikan oleh siapapun. Kau tidak pernah mengharapkan apapun padaku. Inginmu hanya aku selalu terus mendoakanmu agar kau sehat. Sehat dan terus bisa beribadah untuk mendoakan ibu :")
Ayah, kapan aku bisa menjengukmu? Kukirimkan pesan singkat saat itu juga. Tanggal pernikahan akan segera ditentukan, Galilea ingin bertemu denganmu ayah. Dia sangat kagum akan cerita dan angan-anganku tentang seorang Ayah. Â Menjalankan waktu tanpa kegiatan yang paling kau sibukkan tentang kegiatan dinas dulu. Kuceritakan pula tentang hari-hari mu yang dihabiskan dengan merawat tanaman dan keindahan rumah, sebelum kau bersama kursi otomatis itu. Sekarang, kau mencintai bangunan kecil di sebelah rumah yang selalu ramai didatangi orang setiap kumandang adzan memanggil. Bangunan itu aku hadiahkan padamu supaya Ayah tak perlu jauh dan susah menjangkau masjid.
Selamat malam Ayah, selamat beristirahat. Tulisan ini aku antarkan kepada tukang pos untuk Ayah atas saran dari Galilea. Akhir bulan ini, kami segera menemuimu.
Buah hatimu,
Adinda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H