Kekasihku yang baik, ingin kuceritakan suatu hal padamu untuk pertama kalinya secara tertulis.Â
Telah berulang kali kuberjuang tanpa pamrih meski sering gagal, belum berhasil bahasa halusnya. Entah harus berapa kali 'ku ulang-ulang cerita ini padamu, setiap saat selalu datang kegagalan dan keberhasilan di waktu bersamaan.
Saat ini aku selalu teringat lirik puisi, "Tapi menjadi malam tak begitu mudah/dia tempat kerinduan saat langit hitam",* semua butuh proses dan waktu tak akan berlalu lebih cepat dari biasanya.
Kekasihku yang bersahaja, aku selalu salut dengan kesabaranmu itu, jarang marah walau kuyakin kadang kamu merasa sedikit resah dan gelisah. Kita sama-sama punya dua panggung: panggung depan dan belakang. Di panggung depan kisah mentasbihkan diri sebagai apapun dengan segala topeng yang kita kenakan, tetapi di panggung belakang kita hanyalah manusia biasa dengan segala sifat kemanusiaannya yang lemah dan tak berdaya; sisi-sisi tak terpahami.
Kamu selalu mencoba mengerti sisi-sisi yang tak  terpahami itu,  lakon sejati di belakang panggung. Panggung depan hanyalah sebuah pertunjukan bukan?
Terkadang, aku merasa tidak tahu diri saat membiarkanmu terperangkap dalam rahasia-rahasia yang tak kunjung terpecahkan itu.
Mengapa aku jadi menceramahimu seperti ini, padahal aku yang menginginkan pupukan semangat. Tanah gersang ini kupupuk sendiri dari humus reranting yang patah dan daun-daun yang berguguran setiap waktu. Dan kamu adalah petani yang datang setiap pagi merawat lahan ini dengan tabahnya. Kamu datang dan pergi untuk meyakinkanku bahwa aku masih berharga, masih berguna.
Kekasihku yang periang, dari manakah kamu dapatkan senyummu itu, senyum yang tak pernah surut memancarkan keceriaan. Aku senang melihatmu, aku senang memikirkanmu. Aku senang kau berada dalam kamar tidur di kepalaku.
Kemarin aku merasa sedikit sesak karena dua poin yang menggagalkanku, 22 dari 75 soal.Â
Anggaplah pertanyaan itu jauh lebih mudah daripada satu pertanyaan darimu yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kujawab dengan sungguh-sungguh, bahkan mungkin saat kamu tak membutuhkan lagi jawaban itu.
Alhamdulillah kini dadaku sudah makin lapang dan siap menyambut hasil esok. Terima kasih kamu masih ada si sisiku waktu itu. Terima kasih, kekasih.