Apakah yang tersisa malam ini, kekasih, bila kebahagiaan selalu terlihat sama dan ketidakbahagiaan melalui jalannya masing-masing?*
Kau bukan lagi dewiku, dewi padi yang selalu menghidupiku dengan bulir-bulir kebahagiaan yang kaupersembahkan dalam setiap ketundukanmu.
Aku bukan lagi abdimu, dewi. Aku bukan lagi cinta yang kau harapkan.
Beban berat yang kau angkat dalam ketundukanmu pada matahari diruntuhkan begitu saja oleh para petani dengan sekehendak mereka, tiada lagi persembahan bagi sang dewi.
Peluk aku, peluk aku sekali lagi, dan tinggalkan aku tanpa menyisakan sekeping kenangan pun, bawa semua reruntuhan kenangan ini bersamamu.
Jibril menulis di atas lontar pikiran manusia dengan pena keabadiaan "kun" yang ia dapat dari Sang Rabbi tanpa huruf-huruf atau suara-suara, lahirlah puisi pertama.
Sera Tengah, 25-30 Juli 2021
*terinspirasi tulisan Leo Tolstoy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H