Aku menyebut salah satu nama majalah di kampus itu, ia tahu tapi tidak pernah bergabung, hanya sebatas tahu.
Aku menceritakan kepadanya bahwa tiga tahun lalu pernah aku ikut kompetisi majalah mahasiswa di Jakarta, dari kampusku tidak memenangkan satu kategori pun sedangnya dari kampusnya menang beberapa kategori dengan total hadiah 27 juta rupiah.
Lia hanya melihatku datar, mungkin ia tengah mendengarkan ceritaku dengan seksama.
Nay duduk di samping Lia, penampilan Nay kini lebih rapi, bedak di wajahnya semakin mempersamar kerutan wajahnya karena bekas beberapa jerawat. Senyumnya semakin indah dipandang.
"Jam berapa kita akan berangkat," tanyaku pada seiri ruang tamu.
"Kita tunggu saja sekalian Rahman dan Gufron," jawab Helmi, "Coba saja kamu telpon mereka sudah ada di mana!"
Kuambil ponselku, menelpon Rahman via WA.
"Dan, komandan, kamu ada di mana, ayo cepet, ngebut!"
"Siap ketua, kamu ada di mana sekarang, aku sudah sampai kota."
"Aku sudah ada di Gapura, di rumah Doi!"
Aku jauhkan sejenak ponsel dari telingkau, melihat ke sekitar, "Bapak Nay tidak ada kan?" kataku, memastikan situasi.
"Tidak adaa," jawab Nay dari balik pintu.