[caption caption="Bedah buku "Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Keamanan Energi""][/caption]
Bagaimana buku ilmiah bisa dinikmati seperti novel? Pertanyaan itu merupakan tantangan yang disampaikan oleh Kepala LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Iskandar Zulkarnain dalam acara Pemberian Penghargaan dan Bedah Buku LIPI Press 2015 di Jakarta, Selasa (8/12/15).
Mendengar pertanyaan itu, saya tersenyum sambil berkata dalam hati, “Novel saja ada yang tidak bisa dinikmati apalagi buku ilmiah.” Namun, kesampingkanlah ocehan saya yang tidak ilmiah dan tidak penting itu. Karena Kepala LIPI sedang memberikan sambutan di podium, saya tidak mungkin bertanya seperti apa buku ilmiah yang senikmat novel. Untunglah agaknya dia memahami pertanyaan seperti itu akan muncul di benak hadirin. Lantas, dia menerangkan, “Buku itu harus benar, valid, dan estetis.”
Untuk memenuhi tiga kriteria itu, saya pikir tantangan yang dilontarkan oleh Kepala LIPI sangat besar sekaligus menarik bagi LIPI Press, unit pelaksana teknis yang menangani penerbitan di lembaga plat merah itu.
“Jadi, buku yang dihasilkan bukan buku asal jadi,” tegas Iskandar.
Untuk mewujudkannya, LIPI Press harus terus berbenah. Dari sisi manajemen mutu, lembaga itu sudah memiliki modal yang bagus berupa sertifikat ISO 9001:2008. Di sisi lain, peneliti LIPI, penyunting, penata letak isi, dan perancang sampul perlu didorong agar semangat menghasilkan buku yang baik. Salah satu pemicu semangat itu dapat berupa pemberian penghargaan meski tahun ini baru sebatas kepada peneliti dan editor. Dengan demikian, adanya buku ilmiah yang seindah dan senikmat novel semoga bukan angan-angan kosong.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI