Kasus yang menimpa Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap guru honorer. Sudah digaji kecil, mereka rentan dikriminalisasi pula. Kedudukan mereka semakin lemah ketika berperkara hukum dengan orang-orang berstatus sosial lebih tinggi dan kuat.
Supriyani dituduh memukul anak polisi dengan sapu ijuk sampai terluka. Sejak awal, dia membantah tuduhan itu. Rekan sesama guru sekaligus wali kelas anak yang terluka bersaksi tidak terjadi pemukulan seperti yang dituduhkan.
Anak yang terluka pernah mengaku lukanya lantaran terjatuh di sawah. Ada kemungkinan karena takut dimarahi orangtuanya, wajar jika anak itu tidak mengatakan penyebab sebenarnya dia terluka. Tentu saja, dia tidak bermaksud jahat memfitnah guru. Dia hanya ingin terhindar dari omelan ayah dan ibunya.
Saksi ahli dokter forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Kendari, dr Raja Al Fath, menerangkan bahwa luka anak itu bukan akibat pukulan dengan sapu ijuk. Celana seragam sekolah yang dijadikan barang bukti pun tidak menunjukkan adanya bekas pukulan. Padahal, menurut sang dokter, kalau benar dipukul dengan sapu dan menimbulkan luka seperti itu, celana siswa pasti robek (Kompas, 8/11/2024). Â
Masalah ini sebenarnya bisa langsung diselesaikan secara kekeluargaan. Sebelum kasusnya jadi sorotan khalayak, Supriyani sudah berkali-kali meminta maaf kepada orangtua siswa meski dia tidak bersalah. Namun, orangtua siswa memaksakan perkara ini bergulir sampai pengadilan.
Orangtua siswa itu tidak menyadari bahwa mereka juga memaksa anak mereka terlalu dini berurusan dengan hukum. Traumanya mungkin lebih sulit pulih daripada luka di paha anak yang mulai sembuh. Â Â Â Â Â Â
Dalam kasus ini, Supriyani tidak hanya mengalami kriminalisasi, tetapi juga pemerasan. Dia menulis di catatan pribadinya bahwa oknum jaksa dan polisi memintainya uang belasan sampai puluhan juta rupiah kalau ingin perkara hukum yang menjeratnya dihentikan. Padahal, gajinya hanya 300 ribu rupiah per bulan. Di mana hati nurani orang-orang yang memeras guru honorer ini?
Syukurlah, Tuhan tidak tinggal diam melihat Supriyani yang sudah 16 tahun mengabdi sebagai guru dizalimi. Atas kuasa-Nya, kasus ini menjadi perhatian nasional. Berbagai kejanggalan dan pelanggaran prosedur mulai terungkap. Beberapa jaksa dan polisi pun kena getahnya dan menjalani pemeriksaan.
Upaya kriminalisasi kepada Supriyani malah jadi bumerang. Saat keadaan mulai berbalik, pihak yang awalnya bersikeras untuk memenjarakan guru honorer itu tiba-tiba mencoba segala cara agar perkara berakhir damai dan tidak diungkit-ungkit.
Kasus ini bisa jadi titik awal untuk membenahi lembaga kejaksaan dan kepolisian di Konawe Selatan yang jarang tersorot. Saya harap Bu Guru Supriyani tidak hanya dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuduhan, tetapi oknum aparat yang menyalahi prosedur dan coba memerasnya dihukum.