Hari menjelang senja, Aris masih menatap pohon delima yang daunya berjatuhan karena angin yang menerpanya. Dia berfikir sedari tadi sambil berfikir apakah masih ada manusia yang peduli akan dunia yang tua ini, toh tanpa dirawatpun dunia akan tetap berjalan sampai saat ini walaupun banyak kerusakan, apalagi cucu adamlah yang menjadi perusaknya. Â Dia nampak gelisa, sambil melemparkan batu kerikil kearah kolam yang tidak jauh dari tempat duduknya, seolah melepas beban yang ia rasakan.
Aris baru saja lulus kuliah hukum lingkungan disalah satu universitas di London. Dia sudah terbiasa hidup di perantauan,hal itu diajarkan sejak ia masih keciloleh bapaknya. Semua yang ia perjuangkan semenjak kuliah sampai sekarang akan sia-sia jikalau pabrik semen itu tetap berdiri seenaknya saja, belum lagi nasib warga yang tanah dan kebunya digusur akibat berdirinya semen itu.
Adzan magrib berkumandang, tapi Aris tetap tidak berpindah dari tempat semula,masih tetap duduk di kursi yang terbuat dari botol yang disusun rapi, bahkan kopi yang sedari tadi ia minum sudah tinggal ampasnya saja. "Nak itu sudah adzan segeralah sholat" ujar ibu Aris lalu bertanya lagi "Apa yang kamu fikirkan nak, dari tadi kok masih". "Nggak bu, Aris hanya ingin bersantai saja bu, maklum baru pulang kerja bu". Memang Aris tidak mau berterus terang akan masalah yang ia lakukan saat ini.
Pukul 07.00 para ibu sibuk menyiapkan acara syukuran di sepanjang pinggiran desa sedekah bumi biasa orang menyebutnya. Acara ini biasa dilakukan warga desa setiap datang masa panen tiba. Aris sibuk mengambil foto dan menyapa para warga desa yang datang,maklum dia sangat dikenal dikalangan masyarakat desa karena sering berkunjung. Disisi lain para penambang batu kapur yang menjadi bahan baku semen masih tetap beroperasi, merekapun juga warga desa,akan tetapi mereka mempunyai tuntutan untuk bekerja. Memang warga yang memiliki pekerjaan petani dan penambang tidak terlalu akur dikarenakan banyak perbedaan pendapat yang mendasari dua golongan masyarakat ini tidak mau bersatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H