Mohon tunggu...
Moh Ismail Marzuqi
Moh Ismail Marzuqi Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa IAIN Jember

"Titik temu" yang menjadikan "Titik terang"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Keraguan Menjadi Seorang Guru"

2 April 2020   22:20 Diperbarui: 2 April 2020   22:25 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang guru memanglah profesi yang sangat mulia, dimana guru adalah sebagai panutan, sebagai contoh bagi peserta didik, dan menjadi suri tauladan bagi banyak orang. 

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bukan berarti tidak berjasa namun karena kita tidak bisa membalas dari jasa-jasa beliau. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah penentu keberhasilan dan kesuksesan peserta didik. Guru adalah keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu bagi bangsa.

Tetapi apalah daya, jika seseorang menganggap begitu berat menjadi seorang guru. Jika seorang guru adalah sebagai panutan, namun bagaimana jika diri begitu tidak pantas dijadikan sebagai panutan. 

Jika seorang guru sebagai contoh bagi peserta didknya, namun bagaimana jika diri sudah tidak baik untuk di contoh. Dan jika guru adalah pendidik profesional, bagaimana jika diri tidak mempunyai ilmu yang banyak, pengetahuan yang luas, dan pandai dalam materi dan juga perbuatan.

Maka dari itu mengapa seorang guru adalah profesi yang sangat mulia, karena untuk menjadi mulia itu tidaklah mudah. Begitulah pandangan seseorang yang ingin menjadi guru namun ragu karena tidak pantasnya diri untuk di muliakan. Ia lebih berfikir masih banyak di luar sana yang lebih baik, mempunyai ilmu yang banyak, pengetahuan luas, dan pastinya lebih profesional dari pada diri ini.

Apakah anda sepakat dengan pandangan orang seperti itu?

Apa solusi atau motivasi anda untuk orang yang mempunyai pandangan seperti itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun